Mohon tunggu...
Surnia Wati
Surnia Wati Mohon Tunggu... -

nama saya nia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Menemukan Jati Diri

1 Mei 2015   18:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wanita menangis bukan berarti lemah, terkadang mereka tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Bertanya kepada diri sendiri: “ siapakah aku? Apa tujuan hidupku di dunia ini? Telingaku suka sekali mendengarkan suara yang ada dalam hatiku, karena suara hati adalah ungkapan kata-kata dengan fikiranku”.

Kebenaran dan kejahatan merasuk hati ndan fikiranku, terkadang terlintas dalam diri bahwa “ aku telah menemukan kebenaran” bahkan terlintas “ aku telah masuk dalam jurang kesesatan”. Rasa yang terlintas untuk mengakhiri kehidupan ini begitu cepat merasuk dalam hati dan tubuh ini. Seketika itu diri ini berlari menuju pantai yang penuh dengan terjangan ombak besar. Ketika diri ini terus berlari dan berlari menuju dalamnya lautan tiba-tiba terdengar suara yang membawa diriku sadar akan kebenaran, tiba-tiba muncul sesosok wanita tua dan berkata “ apakah dengan cara ini kau telah menemukan jati dirimu? Apakah dengan cara ini pula kau telah menemukan tujuan hidupmu? Jangan pernah kau berkasta dengan cara ini kau telah menemukan jati diri dan tujuan hidupmu”

Akupun terhanyut dalam kata-kata wanita itu, dan sesosok wanita it uterus berkata “ kau adalah manusia yang berpengetahuan, kau adfalah manusia yang mempunyai tujuan hidup, hidupmu untuk orang-orang yang mencintaimu, orang-orang yang masih membutuhkanmu dan tujuan hidupmu yang utama adalah untuk beribadah kepada sang kholik”

Entah siapa dan makhluk apakah, yang tiba-tiba menghilang begitu saja ketika aku tersadardan mengadahkan wajahku wanita tua itu hilang dengan sekejap dari hadapanku. Aku tak perduli setan ataupun malaikat yang datang kepadaku dan memberi pencerahan dalam hidupku sehingga aku bias menemukan diriku. Ya Allah, ayah ibu maafkanlah aku yang telah khilaf dan ingin mengakhiri hidupku dan ternyata Allah masih saying padaku. Dia mengirimkan malaikatnya untuk menyadarkanku dan menyelamatkan hidupku dari jalan kesesatan.

Diri ini tidak berjalan diatas seutas tali, dan tidak tumbuh seperti bambu. Diri ini terbuka seperti rumah singa yang tak terhitung daunnya pintunya”. (kahlil Gibran)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun