Mohon tunggu...
Nia Siska
Nia Siska Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Be yourself

Selanjutnya

Tutup

Love

Bisa Berakibat Bunuh Diri, Orang Tua Harus Waspadai Tanda Anak Remaja Depresi

15 Desember 2021   12:28 Diperbarui: 27 Desember 2021   20:52 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Masalah mental memang bisa dialami oleh siapa saja. Menurut sebuah studi, depresi adalah masalah terbesar yang dihadapi oleh remaja-remaja zaman sekarang. Studi yang dilakukan oleh Pew Research Center terhadap remaja di Amerika Serikat mengungkap, masalah gangguan mental ditemui pada remaja dari berbagai status sosial dan gender. Dari Indonesia juga ada studi tahun 2017 yang dimuat di Journal of Psychiatri, mengatakan bahwa 6,9  persen mahasiswa di Yogyakarta punya pemikiran bunuh diri.

Data dari Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan (Riskesdas) menunjukkan bahwa pada tahun 2018, jumlah warga Indonesia yang mengalami depresi dan berujung dengan bunuh diri adalah sebanyak 6.1 persen, sama dengan 11 juta orang, dan di antaranya merupakan anak remaja berusia 15 sampai 29 tahun yang menjadi kelompok kedua mengalami depresi paling banyak setelah kelompok lansia. Sangat banyak kasus yang tidak teratasi sehingga bunuh diri karena depresi menjadi penyebab kematian tertinggi pada anak remaja usia 15-29 tahun. Padahal jika dideteksi secepat mungkin, banyak penyebab dari depresi yang terjadi pada remaja bisa diatasi.

Keluarga khususnya orang tua sebagai kelompok terdekat sebaiknya memahami kesehatan mental anak, seharusnya orang tua tidak hanya memperhatikan kesehatan fisik dari anak. Sebagai periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, masa remaja tidak jarang menjadi waktu yang sulit. Dilihat dari sisi psikologi remaja yang belum matang, mereka cenderung memberontak pada apa yang mereka tidak sukai atau setujui. Hal ini membuat tak jarang seorang remaja mengalami gejolak emosi. Kehidupan sosial, seperti hubungan keluarga, pertemanan, percintaan atau persoalan akademis di sekolah tidak jarang membuat remaja merasa tertekan. Bahkan, hal tersebut dapat menjadi sumber stres ringan –yang jika dibiarkan dapat berlangsung lama dan menyebabkan terjadinya depresi.

Orang tua juga harus mengetahui perbedaan dari sedih dan depresi yang terjadi pada anak. Kesedihan biasanya berlangsung dalam waktu yang tidak lama atau bersifat sementara dan akan menghilang seiring berjalannya waktu, hanya dengan melakukan hal yang disenangi, kesedihan biasanya akan hilang. Sedangkan depresi yaitu kondisi ketika kesedihan tersebut tidak kunjung berakhir bahkan bertambah parah setiap harinya. Depresi tidak akan hilang dengan sendirinya dan biasanya jika sudah masuk dalam tingkatan depresi berat, anak remaja akan butuh penanganan medis untuk mengatasi gejalanya. Anak remaja yang depresi bahkan kehilangan minat untuk melakukan hal-hal yang disukainya. Ia akan mengurung diri di kamar berhari-hari dan bisa hingga sampai hitungan minggu.

Lebih jelas berikut perubahan sikap dan perilaku saat anak remaja mengalami depresi yang terkadang luput dari perhatian orang tua. Maka dari itu, ada baiknya orang tua memerhatikan ciri-ciri dan gejalanya yang bervariasi di antaranya:

1. Merasa sedih, frustasi dan tidak punya harapan

2. Mudah tersinggung dan marah karena hal kecil

3. Rasa percaya diri yang rendah

4. Merasa tidak berguna dan gagal

5. Sulit berpikir, konsentrasi dan sulit membuat keputusan

6. Berpikir untuk bunuh diri

7. Mudah lelah dan kehilangan energi

8. Insomnia atau terlalu banyak tidur

9. Perubahan nafsu makan

10. Menyendiri dan mengurung diri di kamar

11. Tidak memerhatikan penampilan

12. Cenderung melakukan hal-hal negatif

13. Keinginan untuk menyakiti diri sendiri

Jika orang tua sudah melihat gejala-gejala tersebut, sebaiknya orang tua mencoba mendekatinya pelan-pelan, ajak anak berbicara dan berbagi cerita atau masalah yang sedang ia alami. Ketika anak bisa diajak berbicara, ajaklah anak untuk konsultasi ke psikiater dan jelaskan bahwa hanya psikiater yang bisa membantu untuk mengatasi apa yang sedang dirasakan oleh sang anak agar tidak berlarut-larut. Berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog adalah hal yang perlu dilakukan agar depresi yang dialami anak bisa ditangani dengan baik. Karena itu peran orang tua sangat penting karena anak remaja yang mengalami depresi sangat butuh dukungan dari orang-orang terdekat agar ia tidak merasa sendiri.

Ketika melihat anak memiliki tanda-tanda depresi, cobalah ajak berkomunikasi untuk mengetahui apa yang sedang ia pikirkan dan ia rasakan. Penting bagi orang tua membangun komunikasi yang harmonis kepada anak remaja agar anak remaja selalu merasa tidak sendirian dalam mengatasi semua masalah yang ada atau saat dalam mengalami masa-masa sulit. Untuk mengatasi masa-masa sulit anak, orang tua bisa membantu melewati masa-masa tersebut dengan menemani dan mendampingi ia beraktifitas, berolahraga, dan mencukupi makanan yang bernutrisi, karena ketika mengalami depresi anak akan mengalami gejala yang dapat mengganggu kegiatannya sehari-hari, dan tidak nafsu makan, serta tidak bisa tidur.

Saat anak sudah terlalu jenuh hingga mengalami depresi, orang tua juga bisa mencoba mengajak anak untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan seperti menonton film, bermain game, melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan, atau pergi liburan untuk mendapatkan suasana baru. Cara-cara ini diharapkan bisa membantu mengatasi suasana hati yang tertekan akibat depresi secara perlahan. Saat mendampingi anak yang mengalami depresi tentu menjadi sebuah tantangan bagi orang tua. Orang tua harus memiliki kesabaran ekstra karena saat depresi, remaja memiliki perilaku yang berubah dan tidak menutup kemungkinan juga bisa membuat orang tua frustasi. Orang tua harus sadar bahwa perubahan perilaku adalah efek dari depresi yang ia alami.

Cobalah untuk tetap sabar, mengerti, dan sebisa mungkin hindari penggunaan kata-kata kasar atau yang menyakiti agar hubungan orang tua dan anak agar tetap terjaga dengan baik. Saat sudah memutuskan membawa anak ke psikiater untuk berkonsultasi, simak dan pahamilah perawatan yang diberikan. Ini akan membantu orang tua untuk mengetahui bagaimana menanggapi dan memberikan dukungan saat berada di rumah. Dan pastikan bahwa anak mengonsumsi obat yang sudah dianjurkan dengan teratur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun