Mohon tunggu...
Raffa Yusniah
Raffa Yusniah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

universitas Bhayangkara,PT.SANKEN INDONESIA, dan semua lagu taylor swift. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

KTP Bisu

24 November 2012   05:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:45 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum pernah kulakukan sebelumnya

Entah kenapa… itu bisa luput dari alur hidupku

Sampai suatu sore yang gerah membangunkan tidur siangku

Sesuatu menyusup di hati hampaku

Kenapa ku bilang hampa?

Aku juga tidak yakin, tapi hatiku bersikukuh bahwa aku haus suara tegas itu

Suara tegas yang  lebih dari dua tahun ini langka kudengar

Suara tegas yang dulu sering membuatku marah dan takut

Bukan! Bukan takut, aku tidak takut  aku hanya terkesan

Lalu kenapa marah?

Ya.. aku marah karna dia tidak pernah membelaku didepan teman-teman kecilku saat mereka mengundang air mataku

Aku marah karna dia tidak pernah  menjemputku di depan  gang sepulang  les atau latihan drum band

Aku marah karna dia tidak pernah  mengulurkan payung saat aku menggigil kedinginan antara lapar dan kuyup kehujanan

Aku marah karna harus selalu menunggu ratusan jam untuk  satu barang saja

Aku marah karna tak ada satupun mainan saat kecil yang datang darinya

Aku marah karna dia belum juga memasang  antenna tv  di rumah

Aku marah karna dia pernah  menyalahgunakan kesetiaan istrinya

Aku marah karna dia tidak  pernah  mengambil nilai  raportku

Aku marah karna dia nyaris tak pernah memuji hasil belajar kerasku

Aku marah saat dia tidak pernah membahas universitas kepadaku

Aku marah ketika perhatiannya ditujukan untuk anak orang

Aku marah?  Ya kau marah saat itu

Dan membuat seribu pertanyaan untuk saat ini

Apa pantas?

Aku tidak tau, itu naluriku dulu

Dan lihat sekarang…

Fotokopian KTP nya  tergeletak tak berharga di dekat rak buku kayu ku

Nyaris diam tak mengisyaratkan apapun..

Debu tipis menempel di sudut kertas kusam itu

Peta Indonesia tercetak hitam di samping profil dan foto kecil sang empunya

Foto kopi hitam putih

Semua berubah  ketika aku memungutnya

Tenggorokanku tersedak dan kalut

Ku usap debu tipis itu

Kupandangi foto kecil itu

Ku baca deret profil disampingnya

Ini tentang bapak ku...

Aku menengadah menahan rembesan air hangat di  kelopak mataku

Hanya ini yang ku punya disini

Allah… ini gambar  bapak ku

Ku pandangi lekat-lekat  wajahnya, dan

Aku bersumpah dia tampan

Matanya tajam tapi lembut

Rambutnya hitam pekat ,karna minyak urang aring nya

Dia tersenyum di foto

Dan aku ikut tersenyum melihatnya kini

Urat lehernya sangat tegas

Menandakan betapa keras pekerjaan yang dijalaninya

Allah, ini bapak ku…

Beri yang terbaik untuknya apapun itu…

Karna aku sendiri bingung doa apa yang pantas untuknya

Dia terlalu istimewa ..

Beri dia surgamu Allah.. beri dia surgaMu

****

Aku… kini sibuk memcari-cari lagu itu …

Lagu yang  rasan-rasan  mengingatkanku padanya

Lagu yang selalu didengarnya setiap sore

Lagu yang selalu nyaring melengking dari tape simba kami dirumah

Lagu itu kuno

Dan dulu aku benci karna kupikir mengganggu belajarku

Tapi dia tidak bosan

Dia hanya menyukai satu saluran diradio

Radio merapi indah namanya

Siaran kesukaannya ya sebatas berita daerah dan lagu-lagu masa kecilnya

Menikmatinya dengan segelas  teh

Gelasnya besar  hadiah cat tembok

Tapi sejak tahun 2000 gelasnya berubah

Menjadi gelas putih bergagang, dari pt.pouchen Indonesia

Aku belajar dikamar

Emakku di dapur dan  bapakku sibuk dengan radionya

Lagu kesukaannya selalu diputar  pada sore hari

Udara saat itu agak gerah dan lengket

****

……dalam renungan ku seorang..diambang sore nan layu..

Ditempat tiga titian tamasya indahku bisu kesatu arah tertentu

ku lepaskan pandanganku… ditempat  janji  bertemu  simpang tiga rumpun bambu……………..

Kini kudapati diriku terpantul di monitor leptop

Meringis sendiri  dengan hati luruh

Kegirangan menemukan apa yang aku cari

Lagu itu ada

Berjejalan dengan koleksi lagu taylor swift ku

Aku termenung memdengarkan lagu itu , dulu aku hanya ikut menikmatinya

Kini  berbeda, aku menghayati maknanya..

Rasanya aku ingin pulang..

Aku ingin menjadi anak sekolahan yang merasa terganggu dengan gaungan lagu itu

Aku ingin menikmati setiap sore yang gerah itu dengannya

Dengan matematika  dan sosiologi di depanku

Dengan mimpi  yang membentang luas

Dengan  ketamakan ingin lulus unas

Dengan asap yang mengebul dari dapur

Dengan aroma masakan yang sama sejak 10 tahun bergulir

Aku kangen keringatnya sepulang bekerja

Bapak.. aku  tidak marah lagi

Aku ingat engkau pernah sekali menjemputku di gang depan saat aku kesorean pulang les

Aku ingat engkau pernah menggendongku saat aku typus dulu

Berjalan tegap menyusuri galengan sawah yang becek

Balai sesehatan  terdekat saat itu sudah tutup, kita kesorean sampai

Angkutan umum sudah tiada yang lewat

Ku rasakan engkau terus menggendongku lebih jauh

Kita sampai di rumah dokter umi

Kulihat engkau tersenyum saat menerima obat itu

Satu lagi aku ingat..

Engkau selalu  menggendongku setiap pulang dari masjid tetangga desa itu…

Dan semua itu berhenti saat aku masuk sekolah menengah pertama

Selalu  menunggu-nunggu saat  libur kenaikan kelas tiba

Karna itu berarti kita akan pergi kepasar itu

Semuanya akan berubah baru saat ajaran tahun baru dimulai

Itu moment yang paling aku suka dulu dan nyaris terlupakan kini

Jika aku tak menemukan fotokopian KTP ini

Aku juga ingat….

Sawah mbelan…sekarang sudah tertelan banjir lahar dingin

Aku ingat suara tongeret di sore hari yang menyisakan kita bertiga di sawah saat itu

Aku, engkau, dan ma’e

****

Bapak..

Aku belum pernah mendapatkan pelukanmu, atau aku sudah lupa aku tidak tau

Bapak…

Aku bisa melihatmu bahagia di malam takbiran kemarin

Saat  pemuda tampan itu memjemputku pulang

Dan menyerahkanku pada mu  dini hari dalam keadaan utuh

Bapak…

Sungguh aku berharap engkau yang menjemputku saat  kembali ke kampung kemarin

Aku ingat taun dulu, lebaran taun dulu

Saat engkau berlari-lari menyambutku di stasiun mati  itu

Sumpah! Aku ingin memelukmu

Bapak…

Sampai kapanpun engkau adalah

Anugrah terindah dalam ulir-ulir hidupku

****

Memandangi tumpukan buku di meja belajarku yang sesak

Kaktus di samping leptop seolah-olah tersenyum melihatku menangis sendirian

Di sore yang panas ini

Ini semangat

Bukan keterpurukan

Untuk nya! Ya untuk nya

Perjuangan ku ini untuknya

Untuk senyumnya

Untuk suara tegasnya

Untuk ketabahannya

Semua untuk nya.untuk bapak ku

Bapak,dengarkan aku..

Aku  ingin berguna bagimu

Bapak,lihatlah aku

Kini air mata ini tak bisa kuhentikan

Aku kangen bapak

Cibitung,171112

Bapak,you’re my super father! Love you

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun