Mohon tunggu...
Raffa Yusniah
Raffa Yusniah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

universitas Bhayangkara,PT.SANKEN INDONESIA, dan semua lagu taylor swift. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Still an Innocent

4 April 2014   00:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Magelang, November 2013

Di meja dapur, dan rasanya memang begitu berat.

Tak ada yang bisa kulakukan malam itu selain terus menggoreskan pena biru pada sobekan kertas putih.

Aku tau buah kelakuanku malam ini akan membuatmu seperti di khianati.

Aku terus menulis, mencoba mengumpulkan segala rasa yang berserakan .

Rumor tentang gadis lain di belakang jok motormu terus saja bersliweran.

Aku tidak tau dirimu, seperti halnya kabar itu.

Aku hanya tau bahwa aku mencintaimu .

Bahwa aku masih merasakan rasa nyaman saat berjalan disampingmu.

Jadi, aku masih di meja ini dengan detak jarum jam .

Memandang lurus pada tumpukan kaleng sarden dankardus susu formula.

Tak peduli dengan tetesan minyak zaitun dan lelehan coklat batangan yang membuat lengket sisi meja.

Tidakkah kau tau, harusnya malam ini aku kalah dengan udara kaki Merbabu yang membeku.

Harusnya aku tetap berada di bawah selimutku.

Harusnya aku membiarkan saja kabar itu.

Dan meneruskan mimpi malamku.

Kau lihat, gadis dengan rambut mengombak menangis sepanjang perjalanan pulang.

Kau lihat, Dia meninggalkan semuanya di kota itu untukmu.

Dan sekarang, dia harus melepaskan cintanyadisaat dia ingin menggenggamnya lebih erat.

………………………………………….

Januari, 2013

Mungkin aku dan semua keegoisanku di meja dapur yang patut disalahkan.

Karna sungguh aku belum siap melepas senyummu.

Dan di hari terhirku.

Mencoba menegarkan diri di dalam kamar mandi.

Ku dengar pertanyaan sangsi kakak iparku “ sudah siap?”

Tak ada yang bisa kulakukan lagi selain menggangguk.

Ku seret koperku keluar rumah.

Aku bersikeras memaksa mereka agar melewati sekolah dasar itu.

Tempat terahir aku merasakan nafasmu, dan parfummu.

Berharap aku bertemu denganmu dan akan kujelaskan semuanya.

Ku amati, untuk terahir kali tempat dimana kau dulu memarkirkan motormu.

Tak ada yang lebih baik selain meninggalkan kota kecil itu, Setelah tak ada harapan lagi untuk merengkuhmu.

Biarlah seperti ini.

Karna kesalahan tetaplah kesalahan.

Biarlah aku merasakan patah seperti saat kau selesai membaca apa yang kutulis di meja dapur.

……………………………………………….

Masih kulihat wajahmu di benakku saat pesawat mulai landas.

Kubuang wajah basahku dari peredaran mata teman-teman baruku.

Berpura-pura sibuk dengan Koran di tanganku.

Tak pernah ku inginkan ini, tak pernahingin kulihat kau terluka.

Sekarang jam lima pagi, rasanya aku baru saja selesai menonton film sedih.

Dan kota baru ini benar-benar membuatku ingin segera pulang.

Dan melihatmu di depan toko itu. Menjemputku seperti dulu.

Karna aku tau aku belum siap melihatmu jatuh cinta dengan yang lain.

Philips, 03/04/14

Karna aku cinta caramu berjabat tangan dengan orangtuaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun