Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Fenomena VUCA terhadap Regenerasi Petani

1 Mei 2019   15:01 Diperbarui: 1 Mei 2019   15:23 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan Victor Yasadhana di Media Indonesia tanggal 5 Maret 2018 layak ditanggapi secara kritis. Fenomena VUCA di zaman millenial ini sangat terasa kental termasuk dalam menyambut revolusi industri 4.0. VUCA merupakan singkatan dari Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity. Pada intinya, VUCA merupakan perubahan yang sangat cepat bak turbulensi pada era globalisasi seperti sekarang, penuh dengan ketidakpastian, sangat ruwet dan membingungkan. 

Apabila hal ini dilinierkan dengan bidang pertanian di Indonesia, tentunya fenomena VUCA sangat terkena dampaknya terutama semakin menipisnya lahan pertanian yang dijadikan untuk bangunan-bangunan yang bersifat komersil seperti minimarket, restoran cepat saji, apartemen, hotel, perumahan dan mall, sehingga sulit bagi kita untuk menemukan bentangan lahan pertanian nan hijau di lokasi yang strategis. 

Sebelum gaungan revolusi industri 4.0, apabila kita melakukan perjalanan antar kabupaten di Pulau Jawa masih banyak ditemukan berbagai lahan pertanian di pinggir jalan yang ditanami komoditas padi bahkan komoditas lainnya seperti jagung, cabe, kacang panjang dan berbagai jenis sayur bernilai ekonomis tinggi. Namun, saat ini hal tersebut semakin langka untuk ditemui.

Fenomena VUCA juga semakin menggerus potensi sumber daya manusia lokal yang ada karena output produk pertanian dihasilkan bukan dari petani secara langsung namun telah merambah melalui sistem koorporasi seperti brand tertentu untuk produk pisang, sehingga pemberdayaan petani lokal sebagian besar hanya sebagai buruh tani. Sistem koorporasi dicanangkan supaya Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan secara nasional dan terhindar dari impor pangan karena notabene petani di Indonesia merupakan petani kecil yang memiliki lahan yang semakin terbatas dengan produktivitas minim. 

Dampak dari berbagai fenomena VUCA ini menyebabkan generasi muda di Indonesia mustahil untuk memilih profesi  petani sebagai profesi andalan yang mampu memberikan masa depan yang menjanjikan bagi kehidupan mereka. Sebagian besar generasi muda atau biasa disapa dengan sebutan popular "anak milenial" ini lebih memilih profesi yang lebih bergengsi seperti dokter, pengacara, ahli IT, pegawai BUMN, PNS, ahli ekonomi dan profesi lainnya. Profesi di bidang pertanian masih dipandang sebelah mata bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini sangat ironis dan kontroversial dengan julukan Indonesia sebagai negara agraris yang pernah menorehkan prestasi mencapai swasembada beras pada era Soeharto.

Sistem globalisasi melalui perubahan yang ditawarkan oleh VUCA ini mau tidak mau serta suka tidak suka harus dihadapi oleh bangsa Indonesia. Konversi lahan pertaian menjadi bangunan komersil merupakan realita yang sangat memprihatinkan dan memberikan efek domino yang berkaitan satu sama lain terutama terputusnya rantai kaderisasi petani. Salah satu solusi dari tantangan VUCA ini dengan upaya merencanakan, mengembangkan visi dan kapasitas Sumber Daya Manusia dengan tujuan terukur dan jelas yaitu dengan mencerdaskan daya fisiologikal atau kemampuan berpikir, daya psikologikal atau kemampuan dalam mengelola emosiaonal dan daya sosiologikal atau kemampuan dalam berinteraksi sosial secara massive. Dengan kata lain, tantangan VUCA  perlu disambut dan direspon melalui jalur proses belajar informal, formal dan non formal menggunakan payung raksasa dengan sebutan proses pendidikan yang mampu memayungi semua segmen masyarakat pada semua wilayah di Indonesia.

Solusi nyata untuk mengatasi terputusnya regenerasi petani dapat melalui terobosan besar dibawah komando Kementerian Pertanian dengan melegalkan payung hukum mengenai lahan konservasi pertanian yang artinya lahan yang telah ditetapkan tidak dapat dialih fungsikan menjadi lahan lainnya terutama diperuntukkan untuk kepentingan bisnis. 

Tidak hanya berhenti dengan payung hukum saja, para petani pada lahan pertanian terutama yang telah terintegrasi dengan waduk atau bendungan pengairan yang merupakan salah satu infrastruktur bangunan prioritas pada era Jokowi perlu diberikan suntikan pinjaman permodalan baik secara langsung maupun melalui koperasi. Penerima permodalan baik secara perseorangan maupun kelompok harus melalui proses yang selektif sehingga tepat sasaran dengan pengawasan yang intensif oleh pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) maupun pemerintah daerah (Dinas Pertanian Kabupaten/Kota setempat). 

Selain itu, penyuluhan pertanian sebagai pendidikan non formal tetap harus dilakukan secara berkelanjutan, konsisten dan berkesinambungan untuk mengubah perilaku petani baik dari segi pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatan yang artinya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. 

Penyuluhan pertanian ini dititikberatkan pada berbagai inovasi baru sehingga produktivitas lahan pertanian mereka meningkat misal pengenalan bibit unggul, alat pertanian modern dan teknik budidaya pertanian organik sehingga produk lokal yang mereka hasilkan berdaya saing tinggi dibandingkan dengan produk pangan impor. 

Apabila Indonesia dengan dukungan stakeholder yang ada mampu menorehkan bukti nyata bahwa petani menjadi profesi yang sangat menjanjikan dan regenerasi petani tidak lagi sekedar pepesan kosong belaka, swasembada pangan dengan potensi optimal dan maksimal petani lokal yang ada akan terwujud.

Khusus untuk bibit kaum milenial saat ini, Kementerian Pertanian dapat membuka peluang kompetisi sebesar besarnya dalam lomba membuat proposal kewirausahaan pertanian dengan hadiah atau feed back berupa bantuan permodalan usaha pertanian. Kompetisi tersebut tentunya dapat menggairahkan minat atau bakat generasi muda untuk menjadi wirausaha muda di bidang pertanian. 

Selain itu, Kementerian Pertanian dapat menjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan pertanian bonafit untuk memperoleh kuota khusus bagi anak bangsa  berprestasi lulusan bidang pertanian dengan persyaratan tertentu baik universitas negeri, swasta maupun jebolan sekolah kedinasan Kementan itu sendiri. Asa Petani, Asa Bangsa Indonesia! Jayalah NKRI, Jayalah Negara Agraris!

Small is Beautiful, Big is Wonderful

  -Pemimpi Kecil-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun