Kamu tidak merindukannya. Kamu merindukan perasaan ruangan saat dia masuk, seperti suhu baru saja naik beberapa derajat dan kamu tidak bisa menahan diri untuk tidak menggeser ujung sweter dari bahumu itu.
Kamu tidak merindukannya. Kamu hanya merindukan cara kamu tertawa, betapa ringan rasanya, betapa nyamannya kamu pulang ke rumah mendengar suara langkah kaki yang kamu kenal di atas karpet dan suara knalpot motornya di depan pintu rumah saat ia menjemputmu.Â
Kamu tidak merindukannya. Kamu rindu memiliki seseorang untuk berbicara. Kamu merindukan betapa mudahnya untuk mengikuti pola yang sama dengan seseorang, betapa aneh dan indahnya mengubah hidup kamu mengikuti ritme hidup orang lain.
Tapi kamu tidak terlalu merindukannya.
Kamu tidak merindukannya. Kamu hanya berpikir bahwa kamu merindukan dia. Kamu pikir kamu merindukan tangannya, pelukannya, wajahnya, sentuhannya dan hatinya. Tapi sejujurnya? Kamu hanya merindukan perasaan itu. Perasaan memegang tangan seseorang. Memeluk tubuh seseorang. Menyentuh jiwa seseorang. Dan memiliki sepotong hati seseorang.
Kamu rindu kehangatannya. Perasaan aman. Perasaan dicintai. Perasaan mengetahui bahwa mereka tidak akan pernah meninggalkanmu. Perasaan mengetahui bahwa hatimu adalah rumah.
Dan aku tahu kamu mengira itu hanya dia. Bahwa hanya dia yang akan menenangkanmu. Bahwa hanya dialah yang akan menenangkan hati, jiwa, dan pikiran kamu. Dan saya tahu kamu berpikir bahwa dialah satu-satunya manusia di dunia ini yang akan membuat kamu merasa lebih baik.
Tapi itu tidak benar.
Ada jutaan orang di dunia ini yang bisa membuat kamu merasa seperti orang ini. Ada jutaan orang yang memiliki kemampuan untuk mencintai kamu seperti dulu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!