Perkembangan media sosial di era digital ini tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga sebaliknya. Penghasutan dapat tersebar dengan cepat dalam hitungan detik melalui media sosial sehingga dapat menimbulkan agresifitas yang bersifat destruktif.
Menteri Agama RI - Lukman Hakim Saifuddin memberikan penegasan terkait adanya fatwa mengenai bersosial media, hal ini Beliau sampaikan dalam diskusi bersama Kompasianer di acara Kompasiana Perspektif dengan tema"Melawan Hoax, Menjaga Hati" bertempat di D'Consulate Lounge, Menteng, Jakarta, Kamis (31/05/2018).Â
Bahwasanya Majelis Ulama Indonesia menerbitkan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.
Dalam fatwa tersebut dapat mencegah penyebaran konten media sosial yang berisi berita bohong dan mengarah pada upaya adu domba di tengah masyarakat misalnya.
Bahkan dalam fatwa MUI tersebut tercantum beberapa hal yang diharamkan bagi umat Islam dalam penggunaan media sosial.
Komisi Fatwa MUI menyebutkan, setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.
MUI juga mengharamkan aksi bullying, ujaran kebencian serta permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan.
Di samping itu haram pula bagi umat Muslim yang menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti informasi tentang kematian orang yang masih hidup.
Umat Muslim juga diharamkan menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i. Haram pula menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan dan-atau membuat dapat diaksesnya konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat.
Selain itu, aktivitas buzzer di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoaks, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.
Secara lengkapnya, berikut ini ketentuan umum mengenai panduan menggunakan media sosial dalam Fatwa MUI 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial:
Ketentuan Hukum
* Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu'asyarah bil ma'ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu 'an al-munkar).
* Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
* Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
* Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan ke-Islaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).
* Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.
* Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
* Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
* Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
* Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
* Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i.
* Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
* Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.
* Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.
* Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar'i.
* Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram.
* Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.
* Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.
Terkait adanya fatwa mengenai bersosial media, pada ketentuan hukumnya, fatwa muamalah media sosial ini mewajibkan setiap muslim dalam melakukan aktivitas di media sosial untuk senantiasa mempererat persaudaraan, baik dengan sesama muslim maupun dengan yang lainnya.Â
Fatwa ini juga mewajibkan agar umat Islam memperhatikan kekokohan kerukunan antar umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H