Proyek ekonomi Islam telah lahir dari ekonom Muslim pada tahun 1976 dengan diadakannya konferensi internasional pertama kali di Makkah, Saudi Arabia. Konstituensi utama dari inisiatif ini adalah umat Muslim. Penyebaran perkembangan ekonomi Islam cepat dilakukan dengan fokus pada isu-isu penting dan praktek untuk negara-negara Muslim pada waktu itu. Dengan demikian, pembangunan ekonomi, distribusi pendapatan, penuntasan kemiskinan dan kebijakan makroekonomi adalah bagian dari agenda penelitian awal. Kebijakan fiskal dan moneter subjek yang menarik dan menjadi perhatian para ekonom Islam. Hal ini terjadi ketika kontur subjek ekonomi Islam yang belum ditentukan. Dua seminar internasional tentang ekonomi moneter dan fiskal Islam diadakan di Jeddah dan Islamabad pada tahun 1978 dan 1980. Sejak saat itu wacana tema tersebut bertepatan dengan perkembangan ekonomi Islam pada umumnya.
Kebijakan fiskal bekerja melalui anggaran pemerintah di suatu negara. Arti "Pemerintah" disini termasuk nasional, provinsi, negara bagian, kabupaten, kelurahan, desa dan pemerintah daerah lainnya. Namun, literatur tentang kebijakan fiskal umumnya berfokus pada kebijakan fiskal oleh pemerintah pusat. Kebijakan fiskal bekerja melalui pengeluaran, pajak dan subsidi di tingkat pemerintah. Terkadang utang publik juga menjadi bahan utama pertimbangan. Kebijakan moneter berkaitan dengan pengelolaan moneter oleh otoritas moneter di suatu negara. Dan hal ini berkisar antara volume likuiditas -daya beli- dalam perekonomian. Kebijakan fiskal bekerja melalui volume uang yang beredar dan variasi-variasi dalam tingkat di mana sumber daya-sumber daya surplus dan unit-pendek dalam perekonomian melakukan pertukaran, baik secara langsung dengan satu sama lain atau melalui perantara lembaga keuangan.
Hubungan antara kedua kebijakan diakui dalam literatur ekonomi aliran mainstream. Tapi hal ini sebagian besar terbatas pada kasus pembiayaan defisit ketika anggaran belanja pemerintah tidak dibiayai dari pajak. Dalam sebuah contoh, adegan moneter dipengaruhi oleh salah satu suntikan uang segar yang beredar ke perekonomian atau pergeseran sumber daya dari sektor swasta ke sektor publik melalui pinjaman publik.
Kerangka kelembagaan Untuk Kebijakan Fiskal dan Moneter
Menurut pandangan Islam, kehidupan ini adalah ujian bagi manusia. Untuk tujuan uji ini, Allah SWT memberi manusia kebebasan untuk berkehendak dan membolehkan kepemilikan pribadi. Dapat diartikan bahwa seseorang mendapat properti pribadi dan property hak pertukaran. Bagaimana pelaku ekonomi dapat melakukannya kehendak bebas mereka? Jawabannya adalah "melalui institusi pasar". Oleh karena itu, aman untuk menyimpulkan bahwa Syariah mengatur ekonomi berbasis pasar. Kesimpulan ini juga dikonfirmasi oleh sejumlah hadits pada bentuk-bentuk transaksi dan bukti yang tersedia untuk ekonomi Islam yang pertama ketika zaman Nabi SAW dan penerusnya.
Di dalam keuangan, prinsip-prinsip Islam sebagai intermediari akan memiliki implikasi sebagai berikut. Adanya Lembaga Keuangan Syariah karena alasan ekonomi, tetapi dengan perbedaan sebagai berikut. Lembaga Keuangan Syariah tidak lebih menjadi perantara keuangan murni yang meminjam dan memberikan peminjaman dalam jangka pendek maupun panjang. Lembaga Keuangan Syariah akan menjadi agen ekonomi. Mereka akan berinteraksi dengan unit sumber daya surplus dengan dua cara. Pertama, bank dapat memberikan giro bebas bunga bagi mereka yang mencari keamanan uang mereka dan fleksibilitas dalam penggunaan dana. Kedua, Lembaga Keuangan Syariah akan masuk ke dalam kontrak kemitraan dengan pemilik dana dan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak.
Di sisi pembiayaan konvensional, pembatasan "tidak untung" akan menutup bank memberikan kredit kepada nasabah mereka yang dapat menggunakannya pada kebijaksanaan bank itu sendiri. Hal ini akan memaksa bank untuk benar-benar masuk ke dalam proses transaksi di tingkat sebagai pedagang, lessor dan mitra. Untuk ini, salah satu dapat menambahkan bahwa instrumen keuangan dibagi dan tradable berbasis syariah akan menambah ke dalam pasar uang syariah. Hal ini akan menghapus dikotomi antara pembiayaan oleh bank dan penggunaannya akan bermanfaat pada akhir penerima dan oleh sebab itu antara arus keuangan dan arus nyata dalam ekonomi harus seimbang.
Hal ini juga berkaitan dengan menyebutkan bahwa negara Islam memiliki konteks ideologis, yaitu, menyebarkan petunjuk dari Allah SWT untuk semua orang, baik di dalam dan luar negeri. Pada praktisnya, perspektif ideologis ini juga berarti menjaga kerja ekonomi sejalan dengan Shariah dalam menentukan kegiatan ekonomi dan Islamisasi ekonomi. Penghapusan riba dari sistem keuangan melalui tindakan kebijakan adalah contoh yang terakhir.
Beberapa Pertimbangan Praktis dalam Kerja dua Kebijakan
Saat ini dalam kasus pemerintah, penguasa elit membuat keputusan fiskal, pembentukan (birokrasi) implementasi mereka kepada masyarakat (baik sekarang atau generasi mendatang) dalam mengambil harga. Kontrak sosial (konstitusi), undang-undang, aturan dan peraturan yang mengikat proses konsultasi (dalam bentuk badan-badan terpilih secara demokratis) berusaha untuk memastikan sistem kerja tertib. Namun, kurangnya perhatian umum pada tiga tingkatan aktivitas fiskal, membuat bencana. Masalah ini sebagian diatasi oleh Syariah melalui pengenalan kendala pada sifat dan peran pemerintah.
Subsidi ekonomi untuk mempromosikan kegiatan ekonomi oleh produsen dan eksportir sulit untuk dibenarkan dengan alasan Syariah. Oleh karena itu, mereka tidak mungkin memiliki tempat di lingkungan Islam. Harus menghapus penyebab besar defisit fiskal di sebuah negara. Peran aktif pemerintah akan dibawa sejalan dengan peran natural untuk pemerintah. Pemerintah dapat memberikan kontribusi ekonomi kepada masyarakat melalui langkah-langkah off-budget. Titik berikut akan pantas dipertimbangkan dalam peraturam fiskal Islam. Di mana pengeluaran pemerintah dapat dilakukan dengan cara-cara yang saling eksklusif dan semua pilihan tidak memiliki implikasi distributive yang identik, preferensi dapat diberikan dengan implikasi untuk pengurangan ketidaksamaan pendapatan.