Sejak komersialisasi di tahun 1970-an, sistem pembiayaan syariah telah mengalami pertumbuhan yang pesat dan saat ini, secara luas diterima dan dipraktekkan di seluruh dunia. Hal ini dilakukan untuk membantu menarik orang-orang Muslim di pasar uang yang sebelumnya telah menghindari sistem keuangan berbasis bunga konvensional. Menurut Syari'at, Muslim dilarang memberi atau meminjam uang yang memiliki Riba (bunga). Karena larangan riba, lembaga keuangan Islam tidak dapat menawarkan produk keuangan konvensional. Sebaliknya lembaga keuangan syariah telah memperkenalkan beberapa pilihan pembiayaan yang dapat diterima menurut hukum Islam. Ini termasuk produk bagi hasil dan rugi (Mudharabah dan musyarakah); produk berbasis mark-up (Murabahah); sewa (Ijarah); dan obligasi syariah (sukuk). Namun, sistemnya terus dikritik karena kurangnya kesesuaian dengan prinsip syariat (hukum agama Islam) yang diterapkan dan diawasi oleh lembaga keuangan Islam. Kepatuhan terhadap Syari'ah dalam transaksi bisnis di lembaga keuangan Islam diatur oleh dewan pengawas syari'ah.
Banyak penelitian yang terfokus pada bidang pengembangan produk baru lembaga keuangan syariah dan kepuasan nasabah pada lembaga keuangan syariah tersebut. Karena kualitas tata kelola lembaga keuangan dan juga pengawasan dianggap penting bagi nasabah. Namun, topik kontrol internal lembaga keuangan syariah masih minim dibahas di berbagai media. Didalam lembaga keuangan syariah terdapat badan pengawas yang mengawasi suatu lembaga keuangan syariah yang terdiri dari sejumlah penasehat syariah. Tujuan dari  Dewan Pengawas Syariah ini adalah untuk memastikan bahwa lembaga keuangan syariah beroperasi sesuai dengan syariah dan memberikan klarifikasi jika ada permasalahan apapun yang terkait dengan lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah ini ditunjuk oleh lembaga keuangan dan bertindak sebagai internal control untuk meningkatkan kredibilitas dan memperkuat kepercayaan nasabah terhadap lembaga keuangan syariah tersebut.
Akuntansi dan Audit Organisasi Lembaga Keuangan Islam (AAOIFI) – sebuah badan yang dibentuk pada tahun 1991 di Bahrain untuk membantu mengatur pelaporan keuangan dan audit lembaga keuangan Islam - telah menetapkan standar untuk pengangkatan dan komposisi Dewan Pengawas Syariah. Menurut standar, kewenangan untuk menunjuk anggota DPS harus diberikan pada saat rapat umum tahunan para institusi pemegang saham. Untuk menghindari adanya konflik kepentingan atau tekanan anggota DPS dari dewan manajemen jika mereka memiliki kekuasaan untuk menunjuk atau memberhentikan DPS. Standar AAOIFI juga menetapkan bahwa kehadiran tiga penasihat syariah adalah jumlah minimum yang diperlukan dalam DPS.
Peran DPS dapat dipandang mirip dengan auditor perusahaan. Meskipun lembaga keuangan yang memberi gaji kepada DPS, namun para anggota DPS harus mempertahankan independensi mereka. Sama dengan auditor, bahwa sertifikasi DPS memberi pernyataan di akhir tahun apakah operasional suatu lembaga keuangan syariah sudah sesuai dengan syariat Islam. Diantara tugas dari DPS ini adalah meninjau produk-produk dan kebijakan lembaga keuangan serta putusan instrumen keuangan yang baru diperkenalkan oleh lembaga kepada nasabah telah sesuai dengan hukum syariah. Sesuai dengan teori, jika DPS menolak untuk mendukung produk baru, maka secara otomatis lembaga keuangan syariah harus membatalkan produk tersebut. DPS juga yang melakukan audit kepatuhan syariah terhadap semua akutansi pembiayaan pada lembaga keuangan syariah. Beberapa kriteria harus dipenuhi apabila ingin menjadi Dewan Pengawas Syariah. Diantara kriteria tersebut adalah kualifikasi minimum beserta pengalaman, track record, solvabilitas dan integritas keuangan, integritas, kejujuran, reputasi yang baik, serta terbebas dari konflik kepentingan.
Maka dari itu, anggota DPS harus memiliki ilmu perbankan dan juga hukum Islam yang kuat. Yang dimaksud ilmu perbankan disini adalah ilmu ekonomi, ilmu akutansi, manajemen keuangan, dan manajemen perbankan. Dan tidak hanya itu akan tetapi harus mempunyai ilmu  hukum Islam yang fasih. Karena Dewan Pengawas Syariah harus cakap didalam dua bidang tersebut. Apabila tidak seimbang maka akan terjadi penurunan kualitas dari Dewan Pengawas Itu sendiri.
Di Pakistan sudah diberlakukan sekolah khusus untuk Dewan Pengawas Syariah ini. Dianjurkan untuk calon DPS mengikuti pelatihan hukum Islam dan juga keakraban dengan sektor perbankan. Ditakutkan jika tidak ada kehandalan yang seimbang diantara keduanya , maka pengetahuan calon DPS Â jauh lebih rendah dari staf lain yang bekerja di suatu Lembaga Keuangan Syariah. Dan kemungkinan yang terjadi adalah perbedaan pendapat ketika staf suatu lembaga keuangan syariah mencoba untuk memperkenalkan produk perbankan syariah yang baru. Karena bagian dari proses persetujuan produk perbankan syariah yang baru memerlukan izin dari DPS.
Fenomena yang terjadi saat ini di negara kita adalah seorang DPS bisa merangkap di beberapa Lembaga Keuangan Syariah. Dan ini menimbukan pertanyaan apakah tidak ada lagi seseorang yang bisa menjalankan amanat DPS ini. Banyak sarjana keuangan Islam akan tetapi lemah dalam ilmu hukum Islamnya begitu pula sebaliknya, banyak sarjana Hukum Islam akan tetapi sangat minim Ilmu Ekonominya. Oleh karena itu, pelatihan khusus untuk calon DPS sangat diperlukan di Indonesia. Agar dapat mencetak generasi-generasi DPS yang unggul dan menghindari perdebatan panjang serta konflik kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H