Wacana akan di adakan lagi ujian nasional untuk kelulusan siswa menjadi hal yang ramai di perbincangkan. Ada pro dan kontra dari kalangan pendidik, namun bagi orangtua dan orang awam banyak yang menyetujui hal tersebut. Alasannya karena banyaknya berita mengenai kualitas siswa sekarang yang bisa dibilang jelek, kurang lancar membaca dan tidak bisa perhitungan.
Ujian nasional ada dari tahun 1950, saat itu disebut ujian penghabisan. Namanya berubah-ubah menjadi ujian negara, ujian akhir sekolah, EBTANAS (evaluasi belajar tahap akhir nasional) dan EBTA (evaluasi belajar tahap akhir) serta ujian akhir nasional.
Saya pribadi menjadi peserta ujian akhir nasional , menjadi angkatan pertama dengan adanya angka minimal kelulusan. Ada hampir 20 teman angkatan yang tidak lulus namun bisa mengulangi ujian beberapa Minggu setelahnya.
Bagi saya pribadi ujian nasional punya nilai plus agar siswa siswi punya motivasi belajar lebih tinggi. Ketakutan tidak lulus dan mendapat nilai jelek membuat kita semangat belajar. Benar-benar memfokuskan diri selama beberapa bulan untuk belajar.
Hal itu patut di tiru untuk anak-anak jaman now yang sepertinya banyak menyepelekan ujian sekolah. Mereka berkeyakinan akan tetap lulus walaupun tidak belajar dan kenyataan nya memang seperti itu. Tidak ada ketakutan ketika nilai jelek, tidak mengikuti ulangan atau mengumpulkan tugas, tidak ada rasa segan kepada para guru.
Saya percaya istilah berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Anak-anak perlu merasakan kesusahan menuntut ilmu agar nanti tidak kaget menghadapi dunia perkuliahan, pekerjaan dan masyarakat. Dunia di luar pendidikan lebih kejam dari yang kita lihat.Â
Ada sisi negatif juga dari ujian nasional. Ketika anak-anak mencari jalan pintas dengan memburu lembar jawaban. Ada orang-orang yang tidak bertanggungjawab menyiapkan kunci jawaban yang harus ditukar dengan uangÂ
Banyak juga sekolah yang berbuat curang dengan membantu siswa-siswinya agar bisa lulus dengan nilai yang baik. Hal itu karena jika banyak siswa yang tidak lulus atau nilainya banyak yang kurang tentu akan mempengaruhi citra sekolah.
Sebagai orang awam saya tetap ingin ada ujian nasional tetapi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Perlu ada yang di rubah dari jenis soal, bukan hanya berisi soal teks book tapi soal essay yang berisi pemikiran siswa. Tidak boleh ada ikut campur sekolah untuk mendongkrak nilai, tidak ada kaitan antara kualitas sekolah dengan nilai ujian. Bila perlu keputusan lulus tetap ada di tangan sekolah dengan pertimbangan bagaimana perilaku anak di sekolah selama tiga tahun.
Begitulah pendapat saya sebagai orang awam mengenai wacana ujian nasional yang akan di adakan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H