Bagi anak remaja pernikahan di anggap adalah ending sempurna dalam hubungan percintaan. Mereka mengira setelah menikah semua masalah akan dapat terlewati dengan mudah karena kekuatan cinta.
Nyatanya pernikahan adalah gerbang awal kehidupan. Setelah menikah kita akan lari dari satu masalah ke masalah yang lain. Dari masalah ekonomi, orang ketiga, anak dan pasangan itu sendiri.
Setelah menikah terkadang kita gagap dengan peran kita yang bertambah. Dulu peran kita hanya anak, adik/kakak dan pelajar. Setelah bekerja bertambah jadi pekerja lalu setelah menikah peran kita bertambah lagi menjadi istri tidak lama jadi ibu. Belum lagi sebagai warga masyarakat yang harus ikut andil dalam kegiatan di lingkungan rumah.
Ada perasaan ingin melakukan yang terbaik untuk peran yang kita emban tapi nyatanya kita belum bisa menyeimbangkan semuanya. Ingin jadi istri dan ibu terbaik tapi tetap ingin tampil sempurna di kantor.
Pasangan kita adalah partner hidup yang secara sadar kita pilih, kita tahu baik buruknya sebelum menikah. Lucunya, banyak orang bercerita mereka kaget setelah menikah ternyata banyak perubahan dari pasangan kita. Mungkin sebenarnya pasangan kita tidak berubah hanya kita yang dulu belum bisa melihatnya secara jelas.
Setelah menikah ada beberapa pasangan yang mengganggap perasaan cinta itu tidak perlu dijaga, toh sudah suami istri. Kita menganggap yang penting sudah memberi nafkah, yang penting rumah rapi dan makanan selalu tersedia.
Lalu sibuk menjalankan peran sebagai pekerja di kantor, sibuk menjadi teman baik bagi gengnya, sibuk jadi anak yang baik bagi orangtuanya.
Kita beranggapan peran pasangan hanya sekedar itu, padahal peran pasangan sangat penting. Termasuk urusan menjaga api cinta tetap menyala, menjadi support system pasangan, menjadi partner yang solid mendidik anak.
Ada pernikahan yang baru seumur jagung tapi sudah merasakan kesepian, mereka sibuk menjalankan perannya dalam pekerjaan. Ada yang 10 sampai 20 tahun menikah lalu kesepian sebab sibuk menjalani peran ibu/ayah terbaik buat anaknya atau meraih puncak karier. Mereka lupa menjalani peran sebagai istri/suami yang harus saling menjaga dan menghormati satu sama lain.
Jangan sibukkan diri dengan ingin menjadi yang terbaik untuk semua peran yang kita punya. Ada hal yang harus kita prioritaskan dan ada yang harus kita nomor sekian kan lebih dulu.
Jadikan rumah menjadi tempat nyaman untuk pulang, baik untuk kita dan anak-anak. Letakkan handphone sebentar, sediakan waktu berbagi cerita dengan pasangan. Bagaimana pekerjaannya, makan apa hari ini di kantor, apa kabar temannya yang duduk di sebelah dia.