Seorang sahabat berseloroh, Kamasutra vs Masturbasi. Apa bedanya teknik kamasutra dengan teknik masturbasi. Menit demi menit jawaban bagaikan hujan, datang silih berganti. Karena tidak terpuaskan, sahabat tersebut akhirnya membuka kartunya.
Jawabannya kurang lebih begini. Bagi yang berkemampuan, teknik kamasutra dipakai untuk memuaskan pasangannya. Kemampuan fisik dan pengetahuan menjadi asas. Sentuhan, kemesraan, bisikan, dan bahkan gigitan-gigitan cinta pun dipamerkan. Waktu menjadi pengantar prosesi relaksasi. Benar,teknik ini mengutamakan Proses ketimbang Hasil.
Proses lebih penting daripada hasil
Tapi lihat yang satu ini. Bagi anda pecinta masturbasi, pasti punya Seribu Satu Alasan untuk bermasturbasi. Bahkan ketika anda baru semenit memegang buku kamasutra, sudah pengen buru-buru bermasturbasi. Budayawan Arswendo pernah bercerita. Dulu, ketika dipenjara pun selalu mencari cara untuk itu. Kemarin ngayal Desi. Hari ini ngayal Meriam, candanya sambil tertawa. Masturbasi itu instant. Gak ada proses. Gak perlu prosesi, apalagi seremoni. Blas aja. Selesai sudah. Yang penting hasilnya. Lesss sudah.
FYI. Agama saya mengajarkan, apabila sudah kebelet dan gak ada tempat untuk pelampiasan, baginya lebih baik berpuasa, dan kemudian berikhtiar untuk menikah (bagi bujangan). Dan ini lebih sehat.
Dalam kesempatan lain. Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Tri Yogi Yuwono pun demikian. Tatkala melepas tim robotiknya ke Bandung beberapa waktu lalu, beliau berujar, "'Proses lebih penting daripada hasil,'' tuturnya. Baginya, mahasiswanya itu sudah menjadi pemenang, karena beliau sudah melihat bagaimana tahapan proses dikerjakan satu demi satu. Waktu dan dukungan dana sudah ada, apalagi yang dicari. Sabar dalam proses, tambahnya.
Nah, bagi penggemar masturbasi. Kata sabar dalam proses, sama sekali tidak bermakna. Kalau value masturbasi bisa dimodelkan, maka Model Masturbasi ini ternyata dianut juga oleh para koruptor. Para pesulap peraturan dan kebijakan juga menggunakannya. Mereka tidak perlu proses, karena yang penting hasil dagangannya ludes terjual.
Lihat kasus impor garam yang mematikan potensi kearifan dan budaya lokal warga pesisir Jawa Madura. Juga kasus impor garmen yang mematikan industri garmen Jawa Barat. Dan yang tidak kalah penting, dari dunia pendidikan, menjamurnya kursus kilat yang menjanjikan jaminan masuk ke perguruan tinggi idaman. Sambil berseloroh, kawan itu menyebutnya sebagai, Modernisasi Masturbasi.
Bapak Koperasi Indonesia, Muhammad Hatta pernah berujar, "ketika koperasi dibangun untuk mengejar keuntungan, maka tak ada bedanya dengan perseroan. Benar, koperasi memang memerlukan keuntungan, namun itu bukan tujuan utama. Yang utama, tambah beliau, adalah proses pembelajaran dan usaha bersama untuk kesejahteraan bersama. (Bung Hatta dan Ekonomi Islam, Kompas 2010).
Mari utamakan Proses ketimbang Hasilnya. Yukkk.
Sumber: rfirmans.com