Mohon tunggu...
NiaClodia Sitepu
NiaClodia Sitepu Mohon Tunggu... -

Telkom University

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gugurnya Daun Itu

26 Maret 2014   04:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:28 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gugurnya daun itu

Aku Andini aku seorang dokter dan aku sangat mencintai pekerjaanku hingga lupa dengan kebutuhan diriku. Bagiku pengabdianku sebagai dokterlah yang terpenting karena hidup yang sempurana adalah hidup yang memberikan manfaat bagi orang lain. Hari ini aku menangani pasien yang mengidap sakit jantung akut. Aku lihat tak ada lagi cahaya kehidupan dimatanya. Hatiku bagai teriris melihat keadaan pasien ku kali ini.Wajahnya sangat pucat namun ketampanan diwajahnya masih terlihat jelas. Dihari-hari berikutnya kulihat keadaanya semakin membaik namun tetap saja pihak rumah sakit belum mengizinkanya pulang. Pagi ini tugasku memeriksa keadaanya,aku memasuki kamarnya dan memulai pekerjaanku. Aku merasakan bahwa dia sedang menatapku namun aku tak berani membalas tatapan itu. Perasaan ini pernah kurasakan tapi dulu sekali,aku lupa kapan tepatnya. Setelai tugasku selesai aku meninggalkan ruangan itu dan aku mendengar dia memanggil namaku.

“dokter andin” panggilnya

Aku bingung dia tau namaku dari mana dan ku toleh ke belakang dan menjawab panggilanya “ya,ada yang bisa saya bantu lagi? “

“ Kapan saya bisa pulang dok”? tanyanya.Setidaknya pertanyaan itu membuat sedikit kegugupanku hilang.

“sampai keadaan bapak benar-benar pulih” jawabku dan langsung meninggalkan ruangan itu. Makin hari kami makin dekat saja. Aku mulai berani membawakanya sarapan dan menemaninya hingga larut malam. Dan keadaannya semakin hari semakin membaik,dia sudah diizinkan pulang. Hal itu membuatku kesepian,dan tanpa ku duga dia mulai berani mengunjungiku,menjemput dan menghantarkanku. Hubungan kami pun semakin dekat. Perasaanku mulai berbeda,mulai ada perasaan takut kehilangannya. Dan tanpa ku duga sebelumnya dia melamarku secepat ini,tanpa ragu kuterima lamaran itu dan kami merancanakan pernikahan kami dalam waktu dekat ini. Karena umur kami yang sudah terbilang tidak muda lagi. Namun kebahagianku hanya bertahan sebentar saja. Penyakit Andri kambuh dan semakin parah.

“Kita akan sama-sama berjuang untuk kesembuhan kamu” kataku menyemangati andri. Namun tak ada jawaban yang kudengar dari mulut andri. Penyakitnya semakin parah dan aku tau hanya satu yang bisa menyelamatkan andri. Hal ini semakin mengacaukan pikiranku. Dimana harus aku cari jantung untuk andri. Tapi ini bukan saatnya untuk menyerah,aku berusaha mencari jantung untuk andri,dan tiba-tiba aku ingat perkataan andri. Aku adalah daun bagi andri yang selalu memberikan oksigen untunya hingga dia tetap bisa bertahan hidup sampai saat ini. Tanpa keraguan aku memeriksa darah dan jantungku,dan hasilya positif. Tanpa kusadari air mata mengalir membasahi pipiku aku tak tau ini air mata bahagia atau air mata ketakutan bahwa hidupku akan segera berakhir. Ku ambil keputusan yang sangat sulit dalam hidupku. Kuputuskan mendonorkan jantungku untuk andri,dengan begini aku akan tetap hidup bersama andri selama-lamanya. Aku akan tetap jadi bagian terpenting dalam hidup andri lebih dari apapun. Dan hari ini gugurlah daun itu tanpa penyesalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun