Karmaphala yaitu Percaya kepada konsep karma yaitu bahwa setiap perbuatan akan memiliki konsekuensi. Punarbhawa yaitu Percaya kepada siklus kelahiran kembali. Dan Moksa yaitu Tujuan tertinggi umat Hindu untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Bagian dari Panca Sradha yang paling menarik untuk dibahas adalah Punarbhawa selalu erat kaitannya dengan hukum Karmaphala, yang menggambarkan keyakinan akan siklus kelahiran kembali berdasarkan karma perbuatan yang pernah dilakukan.
Umat Hindu teguh memegang dasar keyakinan dalam praktik keagamaannya. Dasar keyakinan ini menjadikan semua umat Hindu percaya dan yakin akan keberadaan Tuhan, yang disebut Sang Hyang Widhi Wasa. Keyakinan umat Hindu terdiri dari lima aspek, dasar keyakinan ini dikenal dengan istilah Panca Sradha. Bagian-bagian dari Panca Sradha adalah Brahman yaitu Percaya kepada adanya Tuhan. Atman yaitu Percaya kepada keberadaan Atman yang menganimasi manusia.Kata "Punarbhawa" berasal dari bahasa Sanskerta dan terdiri dari dua kata, yaitu "punar" yang berarti lagi, kembali, atau berulang-ulang, dan "bhava" yang berarti menjelma. Jadi, Punarbhawa dapat diartikan sebagai proses kelahiran yang berulang-ulang, yang juga dikenal sebagai Penitisan atau Samsara. Dalam pustaka suci Weda, disebutkan bahwa penjelmaan atma (roh) yang berulang-ulang ke dunia ini disebut sebagai Samsara. Atman yang masih terbungkus oleh suksma sarira dan terikat oleh kenikmatan duniawi, menjadikan Atman tersebut dalam keadaan awidya, sehingga belum dapat bersatu kembali dengan sumbernya, yaitu Brahman (Hyang Widhi). Kondisi ini menyebabkan Atman selalu mengalami kelahiran secara berulang-ulang. Segala bentuk perilaku atau tindakan yang dilakukan dalam kehidupan masa lampau meninggalkan bekas (wasana) dalam jiwatman. Wasana ini bermacam-macam. Jika bekas-bekas tersebut hanya bersifat keduniawian, jiwa akan cenderung dan lebih mudah tertarik kepada hal-hal dunia sehingga atman tersebut akan lahir kembali.
Karma dan Punarbhawa adalah dua proses yang saling terkait erat. Secara sederhana, karma merupakan segala perbuatan yang meliputi tindakan, pikiran, perkataan, dan tingkah laku seseorang. Punarbhawa, di sisi lain, adalah hasil dari semua karma tersebut yang terwujud dalam penjelmaan seseorang. Setiap karma yang dilakukan karena dorongan acubha karma akan menimbulkan dosa, mengakibatkan Atman mengalami penderitaan di neraka, dan dalam penjelmaan berikutnya akan mengalami tingkat kehidupan yang lebih rendah, penuh penderitaan, bahkan mungkin menjadi makhluk yang lebih rendah. Dalam kontrasnya, setiap karma yang dilakukan berdasarkan subhakarma akan membawa Atman menuju sorga. Ketika Atman menjalani penjelmaan kembali, ia akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Ini berarti bahwa perbuatan baik membawa imbalan yang lebih baik dalam kehidupan berikutnya.
Kepercayaan akan reinkarnasi atau kelahiran kembali adalah salah satu ciri khas agama Hindu yang membedakannya dari kebanyakan agama lain di dunia. Punarbhawa mencerminkan keyakinan akan kelahiran yang berulang-ulang dan merupakan elemen penting dari Panca Sradha. Punarbhawa, atau kelahiran kembali, memberikan kesempatan bagi atman untuk memperbaiki karma buruk yang terkumpul dalam kehidupan sebelumnya. Dengan demikian, siklus punarbhawa menjadi momen bagi atman untuk belajar, tumbuh, dan berkembang secara spiritual melalui pengalaman hidup yang berulang. Atman dapat menghadapi tantangan dan mengatasi karma negatif yang telah tercipta. Dengan demikian, setiap kehidupan baru memberikan kesempatan bagi atman untuk mencapai pembebasan (moksa) dari siklus kelahiran dan kematian yang tak berujung.
Tujuan utama dari punarbhawa dalam agama Hindu adalah mencapai moksa, yakni pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian, serta bersatu dengan Brahman. Melalui siklus punarbhawa, atman semakin mendekatkan diri pada pencapaian tujuan tertinggi dalam agama Hindu, yaitu moksha. Proses punarbhawa, atau samsara, terjadi karena pengaruh dari Wisaya dan Awidya. Wisaya mengacu pada karma atau tindakan yang dilakukan dalam kehidupan sebelumnya, yang menghasilkan konsekuensi yang harus ditanggung oleh individu dalam kehidupan selanjutnya. Di sisi lain, Awidya merupakan ketidaktahuan atau kebingungan tentang hakikat sejati dari kenyataan, yang menyebabkan atman terperangkap dalam siklus kelahiran dan kematian.
Keterkaitan antara punarbhawa dan Moksa sangatlah dekat, karena punarbhawa adalah tahap yang harus dilewati oleh jiwa manusia untuk mencapai kesempurnaan spiritual dan akhirnya mencapai Moksa. Dalam konsep ini, jiwa akan terus bereinkarnasi dalam berbagai bentuk kehidupan yang baru, mengalami siklus kelahiran dan kematian, hingga mencapai tingkat kesadaran yang sangat tinggi yang diperlukan untuk membebaskan diri dari lingkaran punarbhawa. Moksa, atau pembebasan, adalah tujuan utama dalam agama Hindu, di mana jiwa atau atman menyatu dengan Brahman, kesadaran kosmis yang tak terbatas. Dengan demikian, punarbhawa merupakan bagian dari perjalanan menuju moksa. Setiap kelahiran kembali dalam siklus punarbhawa memberikan kesempatan bagi jiwa untuk belajar, tumbuh, dan berkembang secara spiritual menjadi lebih baik, sehingga semakin mendekatkan diri pada pencapaian moksa yang paling tinggi.
Reinkarnasi diibaratkan sebagai roda yang terus berputar, naik turun dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya sebelum mencapai pembebasan. Hukum karma, yang diatur oleh Brahman melalui Triloka (tiga tingkatan), yaitu Bhur, Buvah, dan Svah, mempengaruhi perputaran roda kelahiran kembali. Tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), angin (bayu), dan eter (akasa) merupakan lima unsur yang membentuk tubuh manusia, yang dikenal sebagai Panca Maha Buta. Bersama-sama, kelima elemen ini membentuk Prakriti, atau alam semesta fisik. Bhuvah juga dikenal sebagai Prama Sakti dan merujuk pada alam tengah Bhuvah Loka. Satu-satunya alasan Prajnanam memungkinkan Prama Sakti menghidupkan tubuh adalah karena itu. Menurut teks-teks Veda, Prajnanam Brahman mengacu pada Tuhan sebagai kesadaran yang selalu utuh dan lengkap. Svah merupakan Sangama Loka, atau tempat tinggal para dewa.
Proses reinkarnasi dimulai di Svah loka, tempat Atman menerima cahaya dari Brahman dan diliputi oleh Triguna. Sebagai hasilnya, Atman lahir dan menjelma dalam Bhuvah loka, terutama sebagai manusia yang terdiri dari lima unsur, yaitu Lima Maha Buta. Dalam perjalanan reinkarnasi, Atman mengikuti lintasan di Tri Bhuwana dan terus melahirkan tanpa henti. Selama proses reinkarnasi, Atman terus berputar di antara Tri Bhuana, namun durasi setiap loka ditentukan oleh karma individu dan dipilih oleh Brahman. Setiap loka memiliki lima komponen Maha Butha yang membedakannya dari loka lainnya. Buah Loka (Pitra Loka), atau alam roh, didominasi oleh unsur apah (cairan) dan teja (sinar), sementara Swah Loka (Swarga atau Dewa loka), yang terdiri dari Panca Maha Buta, didominasi oleh unsur teja (sinar) dan bayu (hawa).
 Karma phala mengikuti Atman sepanjang Tri Loka; jika karma seseorang positif selama ia menjadi manusia, maka hal itu akan membawanya ke inkarnasi manusia berikutnya, dan sebaliknya. Tindakan baik dan buruk dalam kehidupan, beserta lamanya seseorang menghabiskan waktu di suatu tempat, juga dapat memengaruhi apakah mereka akan memiliki inkarnasi sebagai manusia atau hewan dalam kelahiran berikutnya. Setiap perbuatan meninggalkan bekas (samskara) pada jiwa, dan jejak perbuatan (karma samskara) muncul dalam berbagai bentuk. Jika jejak-jejak tersebut terkait hanya dengan hal-hal duniawi, jiwa menjadi rentan dan mudah tergoda oleh hal-hal duniawi, sehingga terlahir kembali. Misalnya, jika jiwa meninggalkan jejak kehidupan mewah, di alam akhirat, jiwa masih terikat pada kemewahan tersebut, sehingga mudah bagi jiwa untuk terpaut kembali pada kehidupan fisik. Namun, ketika aktivitas seseorang di dunia ini telah mencapai kesempurnaan, Atman akan membebaskan diri dari siklus Tri Bhuana dan menyatu dengan Brahman, suatu kondisi yang dikenal sebagai Moksha.
Setiap karma yang dilakukan atas dorongan indria (panca indriya) dan hawa nafsu adalah Asubha Karma karena akibatnya akan menimbulkan dosa. Akibat dari dosa ini adalah bahwa Atma akan mengalami penderitaan di Neraka, dan setelah itu akan mengalami punarbhawa (kelahiran kembali) dalam tingkat yang lebih rendah, mungkin sebagai bentuk yang lebih rendah dari kehidupan manusia atau bahkan sebagai makhluk non-manusia. Demikian juga sebaliknya, bahwa karma yang dilakukan atas dasar Buddhi Sattvam menghasilkan Buddhi Dharma (Subha Karma), yang membawa Atma ke surga. Jika Atma harus menjalani reinkarnasi, ia akan mengalami penjelmaan yang lebih sempurna dan lebih tinggi. Atma yang menjelma dari surga akan dilahirkan sebagai manusia yang hidup bahagia di dunia, dan kebahagiaan ini akan terus dirasakan dalam kehidupan berikutnya, yang disebut Surga syuta. Sementara itu, Atma yang menjelma dari Neraka akan menjadi makhluk yang hina, mengalami banyak penderitaan dalam kehidupan dunia. Dalam penjelmaan ini penderitaan tersebut disebut dengan kelahiran Neraka Syuta. Dengan demikian, tingkat dan keadaan penjelmaan tergantung pada jenis Subha dan Asubha Karma yang diperbuat seseorang.
Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan Atma dan mencapai Moksha, yang dapat dicapai di dunia ini juga. Keyakinan akan adanya Punarbhawa ini akan mendorong tindakan sebagai berikut: