Agaknya tidak semua penulis memerhatikan cara penulisan yang benar menurut kaidah Bahasa Indonesia yang benar. Tentu yang dijadikan salah satu acuannya adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) selain tata bahasa yang berlaku. Saya ingin membagi sedikit pengetahuan mengenai hal ini semata untuk bersama-sama berupaya meningkatkan kualitas tulisan kita.
Tulisan yang berkualitas bukanlah hanya dilihat dari aspek isinya saja, melainkan juga dari aspek tata bahasanya. Tulisan berupa artikel ilmiah atau populer dan surat-surat serta laporan-laporan resmi dituntut untuk mengikuti kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahkan untuk tulisan fiksi pun juga dituntut hal yang sama. Satu-satunya yang tidak terikat aturan ini adalah tulisan berupa surat pribadi, sms, dan obrolan di media sosial. Namun demikian, jika kita terbiasa menulis dengan baik dan benar, ketika membaca tulisan di media sosial yang amburadul (tidak mengikuti kaidah penulisan yang baik dan benar) rasanya tidak enak dirasakan.
Berikut saya sajikan beberapa kesalahan umum yang pernah dilakukan oleh para penulis:
- Peleburan huruf pada kata dasar yang mendapat imbuhan (awalan atau awalan-akhiran) biasanya kurang diperhatikan. Contohnya: mengkombinasikan, mempraktekkan, memperhatikan, memproduksi, mensedekahkan dan mentarget. Semua huruf awal dari kata-kata tersebut (k, p, s, t) setelah mendapat awalan 'me' seharusnya melebur, sehingga penulisannya menjadi: mengombinasikan, memraktekkan, memerhatikan, memroduksi, menyedekahkan dan menarget,
- Kesalahan yang terjadi pada penulisan seperti contoh: kreatifitas, produktifitas, motifasi dan aktifasi. Seharusnya semua kata dasar yang berhuruf akhir 'f' jika mendapatkan akhiran 'itas' dan 'asi', huruf akhir 'f' berubah menjadi 'v'. Maka penulisan yang benar adalah kreativitas, produktivitas, motivasi dan aktivasi.
- Kesalahan umum juga terjadi pada penulisan seperti contoh: hipotesa, analisa dan sintesa. Padahal menurut EYD, semua kata serapan dari bahasa asing masih memertahankan bunyi aslinya. Maka penulisannya menjadi: hipotesis, analisis, dan sintesis.
- Coba Anda renungkan, yang benar kata 'kesimpulan' ataukah 'simpulan'? Mari kita ambil beberapa kata dasar yang senada dengan 'simpul', yaitu ikat, himpun dan kumpul. Sekarang, untuk membendakan, kita beri akhiran 'an' pada kata-kata tersebut, menjadi 'ikatan', 'himpunan'Â dan 'kumpulan'. Lalu, mengapa simpul menjadi kesimpulan? Apakah ada perkecualian atau diskriminasi? Jika ada yang memiliki referensi tentang hal ini, mohon dibagi di sini!
- Penulisan kata 'metodologi' pada laporan penelitian atau laporan proyek sebenarnya cukup mengganggu perhatian saya. Kata tersebut tersusun dari dua kata metode dan logi. Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cara terartur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Logi artinya adalah ilmu atau pengetahuan. Maka, metodologi adalah ilmu tentang metode. Sedangkan KBBI mendefinisikan sebagai uraian tentang metode. Karena di sini merupakan ilmu atau uraian tentang metode, maka pembahasannya sangat panjang yang mencakup aspek ontologi, epistemologi dan aksiologinya. Padahal dalam suatu laporan penelitian atau pekerjaan hanyalah uraian praktis yeng berisi langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan jawaban dari tujuan yang sudah ditetapkan. Maka menjadi lebih tepat jika kata yang digunakan adalah kata 'metode', bukan 'metodologi'.
- Penulisan kata depan dan awalan seringkali tertukar dalam penulisan, terutama suku kata 'di'. Suku kata 'di' sebagai kata depan seharusnya ditulis terpisah dari kata dasar yang mengikutinya, sedangkan sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata dasar yang mengikutinya. Untuk lebih mudah mengenal ciri-cirinya adalah, sebagai kata depan jika kata yang mengikutinya menunjukkan tempat dan sebagai awalan jika kata yang mengikutinya menunjukan suatu pekerjaan. Contoh kata depan adalah: di meja, di atas tanah, di mana, di sana, di masa lalu, di depan, di belakang dan lain-lain. Contoh awalah adalah: ditendang, ditulis, diinginkan, diangan-angankan, diuraikan dan lain-lain. Begitu juga untuk suku kata 'ke' harus mengikuti kaidah yang sama.
- Penulisan dua kata dasar yang mendapat imbuhan di-kan seringkali ditulis salah, seperti: dianak tirikan, dipertanggung jawabkan, dimeja hijaukan, dikambing hitamkandan lain-lain. Padahal penulisannya seharusnya dirangkai menjadi satu, menjadi: dianaktirikan, dipertanggungjawabkan, dimejahijaukan dan dikambinghitamkan.
- Penulisan ungkapan yang tidak sesuai dengan maksud penulis, misalnya kata 'acuh' untuk maksud 'tidak peduli' dan kata 'semena-mena' untuk maksud 'seenaknya atau tidak kira-kira'. Padahal kata 'acuh' itu artinya adalah 'peduli' dan kata 'semena-mena' adalah 'berhati-hati atau kira-kira'. Maka, jika yang dimaksud adalah tidak peduli, maka penulisannya adalah 'tak acuh atau acuh tak acuh'. Jika yang dimaksud adalah seenaknya saja atau tidak kira-kira, maka penulisannya adalah 'sewenang-wenang'.
Ini baru sebagian saja dari sekian banyak kesalahan yang terjadi di dalam penulisan. Dengan demikian, maka para penulis seharusnya menjadi pelopor yang menaati aturan penulisan sesuai kaidah Bahasa Indonesia yang benar. Mereka juga seharusnya menjadi pengawal berbahasa Indonesia yang benar. Begitu juga bagi kita semua, karena kita adalah orang Indonesia maka juga harus berusaha berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Siapa lagi yang akan mengawal bahasa kita? Apakah orang lain?
Ngudi Tjahjono, Malang (11 Juli 2016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H