Kasus kekerasan di dunia pendidikan tampaknya tidak akan pernah berhenti. Tahun demi tahun, kekerasan di sekolah terus berulang. Dan anehnya, pemerintah terkesan tidak mampu bertindak tegas terkait hal tersebut. Mendiknas sebagai penanggungjawab tertinggi sistem pendidikan hanya bisa prihatin, tanpa ada tindakan konkrit yang mengakhiri semua itu. Contohnya sebagaimana diberitakan Kompas.com (29/04) , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh (hanya mampu) mengutuk keras atas kejadian penganiayaan yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Marunda, Jakarta Utara.
Saya katakan pada Bapak M. Nuh selaku menteri pendidikan, mengutuk itu gampang. Siapapun juga bisa mengutuk. Tapi apakah kasus kekerasan di kampus STIP bisa berhenti hanya dengan kutukan? Apa anda punya kekuatan seperti Ibu Malim Kundang yang bisa mengutuk para pelaku kekerasan jadi batu? Apa dengan kutukan anda semua pejabat STIP langsung sadar diri dan ramai-ramai menyerahkan diri ke polisi?
Wahai Bapak M. Nuh yang tercinta, Bapak ini menjabat sebagai Menteri Pendidikan. Pekerjaan bapak bukan mengutuk, tapi bertindak tegas. Menggunakan semua kekuasaan dan kewenangan Bapak untuk memastikan kejadian di STIP tidak terulang lagi. Tidak hanya di STIP, tapi di institusi pendidikan manapun di Indonesia, hari ini dan selamanya.
Bapak harus  ingat, kejadian kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan bukan hanya terjadi sekali ini. Tapi sudah berulang kali terjadi. Kejadian tersebut tidak hanya terjadi di STIP, tapi terjadi di banyak kampus lainnya.  Mari saya segarkan kembali ingatan Bapak tentang beberapa kejadian kekerasan di kampus yang pernah terjadi di Indonesia:
·Pada Tanggal 13 Oktober 2013, Mahasiswa Baru Jurusan Planologi Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang bernama Fikri Dolasmantya Surya tewas saat Orentasi Kemah Bakti Desa (KBD) dan Temu Akrab di Kawasan Pantai Goa China di desa Sitiarjo Sumbermanjing Wetan (Sumawe) Kabupaten Malang.
·Pada Tanggal 19 Juli 2013 seorang Siswi SMK 1 Pandak, Bantul, meninggal dunia setelah mengikut MOS (Masa Orientasi Sekolah) yang diperuntukan bagi siswa baru.
·Pada tanggal 12 Juli 2012, Erpin Yuliantoro (19), seorang calon taruna Balai Pendidikan dan Pelatihan Pelayaran (BP2IP), Tangerang, tewas. Di sekujur tubuhnya ditemukan luka lebam akibat penganiayaan para seniornya.
·Pada Tanggal 27 September 2009, Wisnu, seorang siswa Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) meninggal dunia akibat kekerasan para seniornya saat mengikuti program Pembentukan Mahasiswa Baru (PPMB).
·Pada Bulan Februari Tahun 2009, seorang mahasiswa baru Teknik Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) bernama Dwiyanto Wisnu Nugroho tewas mengenaskan akibat kekerasan para seniornya saat mengikuti Ospek di daerah Lembang, Bandung.
·Pada 12 Mei 2008 terjadi kasus pemukulan siswa STIP oleh para seniornya hingga menewaskan Agung Bastian Gultom, seorang siswa tingkat 1. Ditahun yang sama terjadi penganiayaan terhadap Siswa STIP semester II bernama Jegos (19 thn) yang mengakibatkan cedera berat dan gegar otak parah.
Itu adalah baru daftar yang bisa saya temukan. Saya yakin masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang terjadi di negeri ini. Hanya sebagian kecil saja yang diberitakan, sisanya saya yakin ditutup rapat-rapat oleh pihak kampus.
Bapak juga tentu masih ingat kekerasan brutal yang terjadi di kampus IPDN. Pada bulan April Tahun 2007, Cliff Muntu, seorang praja IPDN tewas mengenaskan akibat penganiayaan berat oleh para seniornya. Sebuah laporan menyebutkan periode 1993-2011 kampus IPDN sukses ‘membunuh’ para siswanya sebanyak tidak kurang dari 21 orang. Sebuah prestasi yang belum pernah dicapai kampus manapun di seluruh dunia.
Pertanyaan saya adalah, apa sebagai Menteri Pendidikan Bapak tidak khawatir dengan kejadian kekerasan di dunia pendidikan yang terus berulang tiap tahun? Perlu berapa puluh atau berapa ratus siswa yang mati sebelum bisa menggerakan pantat Bapak dari kursi kebesarannya untuk bertindak? Perlu berapa lagi orang tua mahasiswa yang menjerit mencucurkan airmata sebelum bisa menggerakan hati nurani Bapak?
Pasca kematian mahasiswa ITN Malang pada Oktober 2013, Bapak pernah didesak keras oleh Komisi Ombudsman untuk memperbaiki sistem pelaksanaan orientasi kampus. Ombudsman RI meminta kepada Bapak untuk mengambil keputusan yang tegas guna melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan Ospek selama ini. Tapi sampai adanya kejadian kematian siswa STIP, Bapak tetap diam membisu!
Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan aspirasi kepada Bapak untuk segera menutup sekolah manapun yang masih mentolerir kekerasan diantara para siswa. Kalau perlu pecat semua kepala, rektor atau direktur lembaga pendidikan yang masih membiarkan terjadinya kekerasan.
Sebagai menteri pendidikan, kewajiban Bapak bukan sekedar mengurusi proyek UN atau sekedar gonta-ganti kurikulum, tapi Bapak juga punya kewajiban untuk menjamin semua siswa merasa aman dan nyaman di sekolah.
Bapak harus ingat, para korban kekerasan di sekolah itu adalah anak-anak harapan negeri. Ditangan merekalah masa depan negeri ini ditentukan. Bapak juga harus merasa turut bertanggungjawab atas kesedihan yang diderita para orang tua korban. Para orang tua telah bersusah payah membesarkan putra-putrinya, mendidik mereka, menyayangi mereka dan menaruh harapan masa depan di tangan mereka. Tapi setelah berjuang keras melewati berbagai rintangan untuk masuk sekolah ternama, nyawa anak mereka direnggut begitu saja.
Disini saya mewakili seluruh orang tua, seluruh rakyat Indonesia dan seluruh putra-putri negeri untuk mendesak Bapak melakukan tindakan tegas. Bubarkan sekolah yang masih membiarkan kegiatan ospek. Kalau perlu, seret pimpinan sekolah ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Buat apa sekolah pembunuh dipertahankan. Masih banyak sekolah-sekolah yang baik yang bisa menyalurkan cita-cita anak negeri.
Di akhir masa jabatan Bapak ini, usutlah semua sekolah dari tingkat terbawah hingga perguruan tinggi yang masih mentolerir kekerasan, bubarkan sekolah tersebut dan seret pimpinannya ke pengadilan. Dengan begitu kami akan mengenang jasa Bapak selama hidup! ***
Nb. Bila Bapak merasa tersinggung dengan tulisan saya, Saya tantang Bapak untuk mengomentari semua opini saya disini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H