Mohon tunggu...
Angga Ardiyansyah
Angga Ardiyansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pekerja Bebas

Seorang mahasiswa yang mencoba mencurahkan pemikiran dan mengabadikan hidup, pengalaman hingga opini melalui tulisan dengan sejelas mungkin. Semoga tulisan yang dihasilkan dapat dicerna dan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak Cuti Haid bagi Tenaga Kerja Perempuan

9 Agustus 2023   11:17 Diperbarui: 9 Agustus 2023   11:20 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tenaga Kerja Perempuan (Liputan6/Muhammad Ridlo)

Kini tenaga kerja perempuan yang sedang dalam masa haid dapat mengajukan cuti untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua semasa haid.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 81 ayat 1 yang menyatakan "Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid."

Akan tetapi, masih banyak para pekerja perempuan yang belum mengetahui akan hal tersebut. Pun juga sebenarnya sudah tahu tetapi tidak melakukannya karena masih dianggap sesuatu yang tabu di Indonesia. Begitu juga dengan berbagai perusahaan hendaknya tahu dan mendukung selama masih sesuai dengan kesepakatan bersama (akan dijabarkan lebih lanjut di bawah).

Haid merupakan siklus bulanan yang dialami oleh setiap perempuan. Kondisi semasa haid akan berbeda di setiap perempuan. Sebagian besar, mereka akan mengalami sakit/nyeri hingga dismenore yang berdampak pada ketidakstabilan emosi. Ketidakstabilan emosi inilah yang berpengaruh pada konsentrasi para tenaga kerja perempuan.

Adanya cuti haid memungkinkan mereka untuk beristirahat semasa haid. Dengan beristirahat tentunya akan berperan dalam produktivitas kerja dan mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan dalam jangka panjang.

Sedangkan di UU yang sama pada pasal 81 ayat 2 menyebutkan tentang pelaksanaan ketentuan cuti haid diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Namun dalam UU tersebut tidak dijelaskan lebih rinci mengenai bukti apa yang dibutuhkan untuk pengambilan cuti haid pekerja perempuan. Oleh karena itu, perusahaan bersama tenaga kerja perempuan berhak mengatur perjanjian maupun aturan dalam pengajuan cuti haid dengan jangka waktu satu sampai dua hari. Jangka waktu tersebut memungkinkan untuk melebar jika pertanda terjadinya gejala serius.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah perusahaan hendaknya tidak menghalangi maupun mempersulit pengambilan cuti haid selama masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Maka dari itu, perlunya tenaga medis yang mengetahui gejala siklus haid perempuan di perusahaan akan menjadi salah satu aspek penting dalam penanganan cuti haid demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun