Mohon tunggu...
Wakhyuning Ngarsih
Wakhyuning Ngarsih Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Budaya

Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana, ajining awak saka tumindak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Taksi Bandara Berkedok Taksi Online

11 Oktober 2017   13:05 Diperbarui: 11 Oktober 2017   13:16 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi rahasia masyarakat luas apabila terjadi persaingan keras antara supir taksi konvensional (dalam hal ini termasuk juga supir taksi bandara) dan taksi online. Saking kerasnya, hadang menghadang kendaraan dan perebutan penumpang diantara kedua belah pihak sering tidak terelakkan lagi. Supir taksi online masih harus main kucing-kucingan untuk mendapatkan penumpang di bandara. 

Meski terkadang harus berjalan beberapa menit untuk menuju tempat janjian dengan supir taksi online, namun hal tersebut tidak menyurutkan antusiasme penumpang memanfaatkan jasa taksi online ketimbang taksi bandara yang tarifnya gila-gilaan. Bayangin aja, dengan jarak tempuh yang sama harganya amat sangat jauh berbeda hingga ratusan ribu. Oleh karenanya, hingga saat ini taksi online masih menjadi primadona transportasi yang dimanfaatkan oleh penumpang untuk mengangkut mereka. 

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan taksi konvensional yang telah berpuluh-puluh tahun ada. Mereka semakin kehilangan banyak penumpang. Oleh karenanya mereka mencari strategi baru yang dapat menguntungkan bagi diri mereka secara pribadi. Strategi tersebut termanifestasi dalam tindakan "curang" yang mereka lakukan. Di satu sisi mereka tetap bertindak sebagai supir taksi konvensional (dalam hal ini adalah supir taksi bandara), di sisi lain apabila jam kerja mereka telah habis mereka akan beralih menjadi supir taksi online yang mangkal di bandara. 

Berkedok taksi online inilah mereka mencari keuntungan yang melebihi tarif dari taksi online sesungguhnya. Biasanya jarak tempuh yang jauh dijadikan sebagai alasan untuk menaikkan tarif. Padahal apabila si supir adalah taksi online sungguhan, dia tidak akan meminta tambahan. Paling banter supir taksi online ini akan meminta bintang untuk menaikkan poin mereka, karena biasanya kenaikan poin tertentu secara otomatis akan menaikkan pendapatan mereka melalui perusahaan taksi online yang mereka naungi. 

Ini adalah pengalaman salah seorang rekan, sebut saja dia N. Sebelum keluar dari terminal kedatangan, N sudah lebih dahulu order sebuah taksi online yang akan mengangkutnya dari bandara ke tempat tinggalnya. N mendapatkan tarif seperti biasanya ketika ia menempuh jarak yang sama dari bandara ke tempat tinggalnya. Oleh karenanya N pun melakukan order.

Sepuluh menit kemudian, permintaan N di accepted oleh salah seorang sopir taksi online (yang ternyata adalah supir taksi bandara). N tidak curiga apabila si supir ternyata adalah supir taksi bandara yang sudah tergabung menjadi supir taksi online. Setelahnya N menghubungi supir untuk memastikan titik bertemu yang aman agar tidak dicurigai oleh supir taksi bandara. Tidak disangka ternyata supir taksi tersebut meminta ongkos tambahan karena jarak tempuh yang lumayan jauh. Hari sudah terlalu malam, N pun menyanggupi memberikan tambahan. 

Lama N menunggu supir taksi tersebut. Ternyata si supir ini mangkal di deaerah yang bukan tempat pangkalan supir taksi online biasanya. N mulai curiga. Saat bertemu, si supir terlihat jauh lebih rapi dengan mengenakkan setelan batik dan sepatu. Berbeda dari supir taksi online biasanya yang memiliki setelan jauh lebih santai bahkan ada yang hanya mengenakkan celana pendek, kaos oblong dan sandal jepit. 

Kecurigaan N semakin memuncak tatkala dalam perjalanan tersebut, si supir meminta N mencancel orderan (booking) pada aplikasi. Alasannya adalah agar si supir tidak mengembalikan 25 % ke perusahaan. Sejak saat itu, N tahu bahwa yang bersangkutan adalah supir taksi bandara yang berkedok supir taksi online. Di satu sisi, si supir memanfaatkan perusahaan taksi online untuk mendapatkan penumpang. Namun di sisi lain, si supir enggan membayar pajak ke perusahaan tersebut. Si supir malah menaikkan tarif angkutan. Jelas ini merugikan penumpang. Bayangkan saja penumpang jadi harus menambah tarif dari yang sudah seharusnya mereka sepakati. 

Dari kasus di atas dapat kita cermati bahwa ada tiga klasifikasi taksi di bandara. Diantaranya:

1. Taksi Konvensional dengan tarif gila-gilaan (mahal)

2. Taksi Konvensional berkedok online yang memiliki tarif diantara taksi konvensional dan taksi online

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun