Mohon tunggu...
Wakhyuning Ngarsih
Wakhyuning Ngarsih Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Budaya

Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana, ajining awak saka tumindak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

MEMAKNAI PAKAIAN DARI MASA KE MASA

9 Mei 2015   13:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:13 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MEMAKNAI PAKAIAN DARI MASA KE MASA

Oleh: Wakhyuning Ngarsih


Kiranya masyarakat Jawa sudah tidak asing lagi dengan terminologi “ajining raga ana ing busana” yang memilki makna bahwa nilai badaniah seseorang terletak pada busana yang dikenakan. Bagaimana ia berbusana dapat mencerminkan harga diri dan kelas sosial dari orang tersebut. Semakin tinggi kelas sosial seseorang biasanya akan lebih baik pula cara ia mengenakan busananya. Masyarakat Jawa memahami betul cara berpakaian menurut konsep ini. Badan jasmani seseorang akan dihargai jika dibungkus dengan busana yang pantas. Pantas tidak berarti harus mahal dan mewah, tetapi cukup sopan dan sesuai dengan lingkungan. Namun seiring dengan perkembangan zaman yang ditengarai oleh arus modernisasi yang begitu kuat, terminologi Jawa tersebut pun mulai kehilangan maknanya. Bisa dikatakan tidak berlaku lagi, bahkan untuk anggota dari masyarakat Jawa sendiri. Bagaimana tidak, masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah pun dapat mengenakan pakaian layaknya kelas sosial ekonomi menengah ke atas dan begitu pula sebaliknya. Kini berpakaian tidak selalu berbicara mengenai kelas sosial, tetapi juga pencitraan yang merupakan bagian dari eksistensi diri seseorang.

Fungsi pakaian sendiri pada dasarnya selalu berubah dari masa ke masa. Pada awal kemunculan, pakaian ini berfungsi sebagai penutup tubuh. Seiring dengan perkembangannya lalu berubah fungsi menjadi representasi kelas sosial seseorang, seperti yang terjadi pada masyarakat Jawa. Di era modernisasi seperti sekarang ini fungsi pakaian tidak lagi merepresentasikan kelas sosial melainkan lebih sebagai penanda identitas, pencitraan maupaun gaya hidup seseorang.

Pakaian sebagai penanda identitas dapat dilihat pada komunitas sosial yang berkembang di Indonesia. Misalnya saja komunitas punk yang memiliki gaya berpakaian sendiri. Selain celana jeans yang ekstra ketat dan robek, mereka juga mudah diidentifikasi dari jaket kulit serta kaos lusuh yang dikenakan. Sangat jauh dari kesan rapi. Ditambah lagi dengan berbagai macam aksesori yang menempel pada tubuh mereka seperti tindik, kalung atau gelang berduri serta rantai. Gaya berpakaian anak punk yang terkesan urakan pada mulanya hanya untuk menarik perhatian. Lama kelamaan berkembang sebagai sebuah bentuk kebebasan berekspresi.

Pakaian merupakan bagian kesatuan yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat. Pakaian yang dipilih seseorang seringkali sebagai bentuk pencitraan dalam masyarakatnya. Pencitraan dalam hal ini didefinisikan sebagai cara pandang dunia yang ada di sekeliling kita. Pencitraan ini memiliki tujuan agar menimbulkan suatu kesan tertentu masyarakat terhadap diri seseorang. Untuk menampilkan kesan feminim dan anggun, seorang perempuan akan lebih memilih pakaian dengan bentuk dress daripada pakaian yang casual. Seorang mahasiswa untuk menampilkan kesan rapi, lebih memilih menggunakan kemeja daripada kaos oblong jika pergi ke kampus. Pemilihan pakaian tersebut tentulah agar dapat menimbulkan kesan tertentu di mata orang lain.

Sedangkan pakaian sebagai gaya hidup seseorang,  biasanya didasarkan pada rasa nyaman atas apa yang dikenakannya. Orang yang santai lebih senang memilih pakaian yang casual untuk kesehariannya. Orang yang fashionable selalu memilih pakaian yang sedang ngetrend pada masanya. Pakaian sebagai gaya hidup selalu bergantung pada pribadi masing-masing orang yang mengenakan pakaian tersebut.

Pada dasarnya setiap orang memiliki pandangan tersendiri terhadap pakaian yang ia kenakan. Entah itu sebagai penanda identitas, pencitraan maupaun gaya hidup. Namun kenyataan memperlihatkan bahwa “ajining raga ana ing busana” sudah tidak dapat lagi ditelan mentah-mentah sebagai terminologi yang masih berkembang dalam masyarakat Jawa karena pemaknaan masing-masing anggota masyarakat terhadap sebuah benda mati yang bernama pakaian itu pun sudah bergeser dari pakem sebelumnya. Modernisasi nyatanya telah membuat cara pandang masyarakat berubah. Bahkan dalam hal pakaian sekalipun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun