Mohon tunggu...
ngandhiem dingdung
ngandhiem dingdung Mohon Tunggu... -

santri.... sebutan q . cowok IMUT(ireng lumuten), hitam berlumut hehehehe..tpi, senyum q banyak yang bilang kayak brounies... alias MaNiZzZzZz..heheh *o*

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bodohnya Mereka yang Terhipnotis Mulut Nazarudin

31 Januari 2012   12:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:14 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

saya mondok di krapyak yogyakarta dimana pengasuhnya adalah mertua anas. suatu ketika kami di undang untuk melakukan pengajian guna mendoakan anas. ketika itu mertua anas KH ATTABIK ALI memberikan sedikit ceramah pada saya dan teman2 yang berjumlah 15 orang perihal menantunya. tidak lama dari dimulainya ceramah beliau. beliau (KH Attabik Ali) menangis tak henti2nya.slah satu perkata'an beliau sambil menangis "padahal menantu saya berniat baik dan tulus untuk berusaha mengubah nasib negeri ini, tapi mengapa masih banyak saja halangannya(nazarudin)" begitulah singkat cerita saya. hemat saya tidaklah mungkin dalam suatu organisasi seseorang dengan tampa alasan merusak organisasi tersebut kalau bukan masalah antar individu atau eksternal. menurut saya. Nazaruddin menuduh Anas bukan karena Anas tersangkut Suap tersebut. Tapi, karena (kedengkian) Nazaruddin pada partai demokrat yang tak membela dirinya yang sudah jelas-jelas salah tersangkut kasus suap. dengan menuduh ketua partai tersebut bukan tidak mungkin dalam waktu singkat secara cepat menghancurkan keseimbangan partai. demi menjaga kesetabilitasan partai mereka menginginkan Anas untuk mundur meskipun mereka(anggota partai) mengetahui jika Anas tidak salah.

hanya karena ucapan, dunia bisa hancur. hanya karena ucapan negeri bisa hancur. hanya karena ucapan ribuan nyawa melayang.

karena lidah lebih tajam dari pada pedang yang paling tajam.

salam pertemanan :)
:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun