Ngainun Naim
Â
Menulis itu bukan hanya berkaitan dengan bagaimana mengeluarkan ide untuk dituangkan menjadi kata dan kalimat. Secara fisik memang kita menyaksikan bagaimana seorang penulis bekerja. Namun apa yang kita saksikan adalah realitas fisik. Padahal ada banyak hal lain yang saling berkaitan sehingga sebuah tulisan bisa lahir.
Ketika awal belajar menulis, saya sering bertanya-tanya tentang bagaimana seorang penulis bisa terus berkarya. Tulisan demi tulisan selalu muncul. Seolah tidak ada kekeringan ide. Selalu saja ada hal baru yang bisa diolah menjadi tulisan.
Ibarat kran, tinggal putar dan keluar air. Deras atau tidaknya tergantung pada kita yang mengelolanya. Saat dibutuhkan, tinggal memutar saja.
Dulu informasi tentang produktivitas menulis bisa saya temukan di koran dan majalah. Saat itu belum ada internet. Jadi media sosial belum beroperasi sebagaimana sekarang.
Salah satu indikator produktif adalah dimuatnya tulisan di koran atau majalah. Tulisan seseorang penulis bisa beberapa kali dimuat dalam sebulan di berbagai media yang ada. Semakin produktif semakin dikenal sebagai penulis.
Saya yakin jumlah tulisan yang dimuat itu bukan keseluruhan karya yang dihasilkan. Selalu saja ada tulisan yang tidak lolos meskipun penulisnya sudah sangat terkenal. Ini berarti jumlah karya lebih banyak dibandingkan karya yang berhasil dimuat.
Mimpi menulis dalam diri saya mulai tumbuh sejak usia belasan. Namun prosesnya sungguh tidak mudah. Bisa dikatakan sangat sulit.
Sebagai penulis pemula, ibarat tentang kran bisa juga dijadikan gambaran. Bukan soal banyaknya ide sehingga kran tinggal membuka tetapi jika pun dibuka, ide tetap tidak ada. Mau diputar banyak tidak akan mengeluarkan hasil yang banyak. Jadi ya tetap saja isi yang keluar sedikit. Ada banyak kesulitan yang harus saya hadapi saat menulis.