Ngainun Naim
Arti penting literasi sesungguhnya sudah diketahui oleh banyak orang. Namun demikian memiliki pengetahuan bukan berarti sudah diimplementasikan. Pengetahuan ini sangat mungkin berhenti sebatas pengetahuan.
Transformasi itu terjadi ketika pengetahuan ditindaklanjuti menjadi kesadaran lalu diturunkan menjadi program kegiatan. Kesadaran adalah basis internal agar pengetahuan tidak semata sebagai pengetahuan. Kegiatan yang disusun dengan basis pengetahuan dan kesadaran memiliki potensi untuk sukses karena memiliki akar yang kokoh.
Tradisi literasi sesungguhnya merupakan perpaduan antara pengetahuan, kesadaran, dan program kegiatan. Ramainya perbincangan tentang literasi tidak akan mengubah keadaan jika tidak memadukan ketiganya. Literasi akan riuh di ruang diskusi tetapi minim karya tulis sebagai bukti. Tentu, teladan dan pengawasan untuk memastikan bahwa tradisi itu bisa terus berjalan menjadi bagian penting yang tidak bisa diabaikan.
Belakangan muncul berbagai kegiatan yang bertujuan mengajak orang dari berbagai profesi untuk bisa menulis. Tentu ini merupakan kegiatan yang penting untuk diapresiasi. Semakin banyak orang bisa menulis, semakin bagus dalam konteks tradisi literasi.
Menulis sendiri memiliki banyak sekali manfaat. Wahyudin Halim (2021) menjelaskan bahwa menulis itu membutuhkan tiga hal, yaitu mendisiplinkan jiwa, melenturkan pikiran, dan mengelola raga. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling menopang sehingga sebuah tulisan bisa lahir.
Mendisiplinkan jiwa bermakna, tulisan itu lahir ketika jiwa seorang penulis terkonstruk pada bagaimana mengeluarkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan. Banyak orang yang memiliki keinginan untuk menulis tetapi gagal menghasilkan tulisan karena tidak bisa mendisiplinkan jiwa. Ada begitu banyak apologi, misalnya kesibukan, tidak memiliki waktu luang, dan banyak lagi apologi yang diberikan.
Menulis itu membuat orang memiliki cara berpikir yang lebih sistematis. Tulisan memiliki tata urut yang berbeda dengan berbicara. Semakin sering menulis maka akan semakin terlatih untuk mensistematisasikan pikiran dengan mengacu pada sebuah topik tertentu (Jouhar, M. R., & Rupley, W. H.: 2021).
Proses menulis akan berjalan lancar jika fisik sehat. Fisik yang kurang prima akan sulit untuk menuangkan ide dan gagasan menjadi tulisan. Menulis yang dilakukan dengan sepenuh hati juga bisa menjadi terapi kesehatan. Banyak orang yang sembuh dari sakit atau terkurangi penderitaannya karena aktivitas menulis (Pudiastuti, R. D.: 2015).
Tradisi menulis tidak akan bisa terbangun secara kokoh tanpa tradisi membaca. Gagasan, ide, dan pemikiran untuk ditulis pada dasarnya lahir dari banyaknya bacaan. Tanpa membaca, tidak akan ada yang bisa ditulis. Pada titik inilah maka membaca dan menulis adalah rangkaian. Tradisi menulis akan mampu terawat secara baik manakala tradisi membaca juga terus dirawat.