Oleh Ngainun Naim
Judul tulisan ini—konon—merupakan ungkapan Ronggowarsito. Saya sebut konon karena saya belum menemukan referensi primer atau skunder tentang hal ini. Ungkapan ini saya peroleh dari seorang peneliti senior LIPI, Prof. Anas Saidi.
Coba Anda renungkan judul tersebut. Kata rakus kesannya kurang positif karena di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 722) salah artinya adalah ingin memperoleh lebih banyak dari yang diperlukan; loba; tamak; serakah. Maknanya akan berbeda jika diterapkan dalam konteks membaca. Pembaca yang rakus akan membaca sebanyak-banyaknya. Membaca dilakukan melebihi apa yang diperlukan. Dalam makna ini, rakus membaca saya kira maknanya positif.
”Berapa jam Anda membaca?”, tanya seorang teman muda. Saya tersenyum. Jujur sekarang ini aktivitas membaca saya tidak terlalu baik. Kesibukan bekerja tidak banyak memberikan kesempatan buat saya membaca secara intensif. Tetapi saya selalu berusaha membaca buku kalau ada kesempatan. Satu buku yang sedang fokus saya baca akan saya letakkan di tas. Begitu ada kesempatan saya akan membacanya.
Sudah hampir seminggu ini saya membaca sebuah buku menarik yang ditulis para ilmuwan Indonesia. Judulnya Kontroversi Khilafah: Islam, Negara dan Pancasila. Buku terbitan Mizan (2014) ini sungguh menarik karena berisi debat-debat teoritis-kritis. Para penulisnya sungguh merupakan intelektual yang memiliki kedalaman pengetahuan dan ketajaman analisis. Memang ada yang analisisnya biasa-biasa saja, tetapi mampu menulis topik aktual dengan referensi memadai itu jelas merupakan sebuah prestasi sendiri.
Apa isinya? Silahkan Anda tebak sendiri. Saya justru menganjurkan kepada Anda untuk membacanya. Kalau Anda tidak membaca, bagaimana Anda tahu lebih banyak? Jadi, rakuslah membaca.
Membaca dengan tekun menjadi bagian tidak terpisah dari riwayat hidup para intelektual besar dunia. Aktivitas membaca yang membuat mereka memiliki pengetahuan yang sangat luas. Gugusan pengetahuan yang mereka miliki kemudian menjadi modal penting untuk menulis.
Kesibukan yang tinggi bukan alasan untuk tidak membaca. ”Letakkan buku di tempat yang mudah dijangkau sehingga ketika ada kesempatan akan mudah untuk membaca,” kata pakar marketing Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. Penulis buku dan kolomnis di berbagai media ini menyatakan bahwa rajin membaca membuat ide-ide di otaknya terus tumbuh dan berkembang. Anda bisa membaca kolom-kolomnya seminggu sekali di beberapa koran besar Indonesia. Sulit dibayangkan ia akan menulis sedemikian menarik dan kaya informasi jika ia tidak rajin membaca.
Bagaimana menulisnya? Ia melakukannya nyaris sama dengan membaca, yakni setiap ada kesempatan ia melakukannya. Di mana pun ia akan menulis; di kantor, di rumah, di bandara, bahkan saat berada di dalam mobil. Ia kadang menulis di buku tulis lalu ia scan dan kirim via email ke sekretarisnya. Kadang ia mengetik sendiri sampai tuntas. Kreativitasnya dalam membaca dan menulis itulah yang kemudian mengantarkan Rhenal menjadi penulis produktif Indonesia yang sangat diperhitungkan.
Jika Rhenald yang sebegitu sibuk saja masih mampu mengelola waktunya untuk membaca dan menulis, bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H