Tahun 2017-2018 akan menjadi tantangan untuk para pejuang Tuberkulosis (TB). Mengapa? Karena Target Indonesia "Zero TB" tahun 2035 perlu didukung dengan penemuan kasus sebanyak-banyaknya. Tahun 2017-2018 diharapkan puncak penemuan kasus TB terjadi dan pasien-pasien tersebut diobati sampai dengan sembuh.
TB tidak hanya mengenai paru, tapi TB disini juga merupakan TB ekstraparu atau yang mengenai organ lainnya, seperti kelenjar limfe, tulang, otak, dsb. Dari hasil riset didapatkan 36% pasien TB berobat di Rumah Sakit Pemerintah, 34% berobat di Puskesmas, 19% berobat di RS Swasta, dan 11% berobat di klinik swasta.
Artinya peran Public-Private Mix (PPM) program TB amatlah besar terutama untuk "menjamah" sektor Private (swasta). Sesuai dengan arahan WHO, bahwa konsep PPM terbaru menganjurkan terbentuknya PPM di tingkatan Kecamatan dimana Camat menjadi pembinanya. PPM TB adalah sebuah tim yang terdiri dari fasilitas kesehatan public (pemerintah), private (swasta), organisasi ikatan profesi, perhimpunan klinik, RS, apotek, dan laboratorium, dan lintas sektor lainnya.
Saat ini yang dilakukan adalah passive case finding dengan menunggu pasien TB datang ke fasilitas kesehatan. Untuk mencapai puncak penemuan kasus sebaiknya active case finding juga dilakukan dengan jemput bola (melakukan pencarian kasus lewat program ketuk pintu, bakti sosial, dsb untuk mencapai semua lini masyarakat).
Rencana Aksi Daerah (RAD) diharapkan juga dapat berperan penting terhadap penanggulangan TB. Sehingga terdapat komitmen dan kebijakan yang tinggi dari mulai kepala daerah dan berbagai perangkatnya sampai dengan masyarakat. Sesuai namanya "TB" adalah "Tugas Bersama". Perangkat daerah yang dimaksud seperti badan perencanaan pembangunan daerah, dinas pendidikan, dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi, dinas lingkungan hidup, dinas komunikasi, informatika, dan statistik, dll.
Harapan kedepannya penanggulangan TB dapat diwujudkan dalam RAD yang mencakup struktur kerja yang efektif,regulasi yang dibakukan dalam peraturan gubernur, dan rencana kerja dibagi menjadi target jangka pendek (dalam 5 tahun), target jangka menengah (10 tahun), serta jangka panjang (20 tahun). Langkah strategus dapat juga dilakukan sesuai dengan fasenya.
1. Fase diagnosis, antara lain:
A. "Jumantik" (juru pemantau jentik) terintegrasi dengan "jumantuk" (juru pemantau batuk) untuk melakukan survei batuk
B. Kemenakertrans dalam Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) membentuk tim TB di tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan TB
C. Dinas pendidikan dapat melalui program dokter kecil, UKS dan rapor kesehatan anak SD dan SMP (yang sudah ada di seksi kesehatan keluarga/kesga). Lebih jauhnya TB dapat masuk dalam program kurikulum guru atau anak sekolah
D. Dinas sosial dapat mengembangkan program edukasi dan klinik penjaringan kasus TB
E. Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) akan membuat MOU pengendalian TB terkait perizinan klinik, RS, atau dokter praktik mandiri
F. Medical Check Up dapat melakukan skrining terintegrasi beberapa penyakit termasuk juga TB
G. Diskominfo: melalui iklan layanan masyarakat di videotron/media publikasi lainnya
H. Badan Perencanaan Daerah dapat juga mengalokasikan dana untuk penanggulangan TB
2. Fase Pengobatan, antara lain:
A. Adanya rapor lurah mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) TB dalam membantu pencarian kasus (Case Notification Rate) dan keberhasilan pengobatan (Success Rate) dan membantu edukasi jika ada kasus pengobatan mangkir
B. Peran LSM, lintas program kesehatan (gizi, kesehatan lingkungan, dll), lintas bidang keilmuan (psikolog, kepolisian, dll) sangat diharapkan untuk memastikan proses pengobatan berjalan lancar sampai dengan sembuh.
3. Fase pencatatan dan pelaporan, antara lain:
Memanfaatkan aplikasi berbasis android yang dibuat utk pencatatan dokter atau klinik praktek swasta untuk pelacakan kasus TB (Kemenkes sudah membuat aplikasi di android: "Wifi TB" semoga dapat efektif). Karena bisa jadi selama ini sudah banyak kasus TB yang diobati akan tetapi tidak dilakukan pencatatan pelaporan yang baik.
Semoga langkah strategis yang nanti terbentuk tidak hanya sebatas tulisan, tapi juga dapat diimplementasikan dan diukur dengan sebaik-baiknya.
dr. Ngabila Salama, MKM
Pengelola Program Pencegahan & Penanggulangan Penyakit (P2P) TB Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur