Mohon tunggu...
Nurul Furqon
Nurul Furqon Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Nama saya Nurul Furqon, saya berasal dari kabupaten Sumedang, riwayat pendidikan saya SDN Babakandesa, SMPN 1 Cibugel, SMAN Situraja. Dan sekarang saya menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Apa yang Akan Terjadi Pasca Pilkada di Tengah-Tengah Pandemi

4 Desember 2020   09:58 Diperbarui: 4 Desember 2020   22:48 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang Akan Terjadi Pasca Pilkada di Tengah-Tengah Pandemi


Sebentar lagi pilkada serentak akan dilaksanakan, ada hal yang menarik yang perlu kita diskusikan, di era pandemi ini bukankah pemerintah sedang gencar-gencarnya menangani pandemi, mulai dari PSBB sampai dengan sekarang New Normal, berbagai kebijakan dikelaurkan oleh pemerintah melalui satgas covid, kumpul-kumpul dilarang, tapi sekarang malah ada pilkada yang jelas-jelas mengumpulkan banyak orang, menarik bukan, seolah kebijakan pemerintah melalui satgas covid adalah tesis untuk menangani penularan covid, tapi mengadakan pilkada seolah itu menjadi anti tesis, lantas jika demikian sintesisnya apa ? Health Immunity kah ? Atau apa ?

Tetapi menyinggung kumpul-kumpul nyatanya yang terjadi memang begitu, kebijakan larangan kumpul-kumpul seolah sudah tidak ada, mari kita lihat Omnibus Law, yang duduk di kursi pemerintahan itu orang-orang pintar, mereka sudah tahu bahwa rakyat kontra dengan Omnibus Law tetapi pemerintah seolah tidak tahu dengan kekontraan tersebut, dan malah acuh mengesahkan Omnibus Law, 

kita tidak berbicara baik atau tidak, tetapi kita berbicara dampak dari pengesahan Omnibus Law tersebut, mereka harusnya sudah tahu bahwa dengan mengesahkan Omnibus Law demonstrasi akan terjadi, seharusnya pemerintah sebelum mengesahkan Omnibus Law mereka membuat rakyat tenang dulu, dan mengerti, dengan cara sosialisasi, sehingga tidak ada demonstrasi. 

Selain itu juga kita tahu bahwa kepulangan HRS akan menimbulkan kumpul-kumpul karena kita tahu sendiri pengikut HRS banyak sekali, dan mereka sudah rindu akan orang yang sangat mereka kagumkan dan mereka cintai, tapi pemerintah seolah membiarkan hal tersebut terjadi, bahkan Gubenur DKI saja, Anis Baswedan malah ikut serta dalam kumpul-kumpul tersebut. Menarik bukan, pemerintahnya sendiri malah ikut-ikutan. Seperti yang saya katakan tadi, kebijakan seolah tesis dan yang dilakukan seolah anti tesis, kita hanya tinggal menunggu, apa sistesisnya.

Saya sendiri juga bingung kenapa hal ini bisa terjadi, saya harap meski demikian sistesisnya baik bagi kita semua, kata satgas covid sendiri membuat kumpul-kumpul itu dilarang karena untuk memutus rantai penularan, tapi kenapa pilkada dibiarkan ada, saya yakin KPU itu orang-orang pintar, ya kalau mereka tidak pintar mereka tidak mungkin ada di KPU, harusnya mereka tahu bagaimana panasnua politik, meskipun para petugas TPS menerapkan protokol kesehatan, dan pemungutan cuma sehari, tetap saja kan kampanye pemilu tidak satu hari, apakah para tim sukses tidak akan membuat kampanye ? 

"Tidak karena ada regulasi yang menyatur, dan jika ada akan di sanksi", memang begitu, tapi para calon juga bukan orang bodoh, mereka akan tetap mengumpulkan masa, entah dalam bentuk apapun itu, "tidak ada saya yang jamin, kalau ada saya sendiri yang memberikan sanksi" ya itu kalau ketemu, kalau sembunyi-sembunyi ? Menarik bukan ? Tetap kumpul-kumpul pasti ada.

Yang jelas dengan mengumpulkan banyak orang, itu membuka celah untuk masuknya rantai penularan covid 19, lucu kan seolah pemerintah sengaja membuat kita terkena covid, dan juga pilkada kan tidak di batas kuotanya, masa iya pemilih cuma 25% harus 100%,  mengingat pasti ada satu atau dua orang yang sedang di kota dan pulang ke kampung halamannya untuk memberikan hak pilihnya dalam pemilu, berarti pergerakan manusia juga akan ada lagi, layaknya mudik lebaran kemarin. 

Apakah mereka yang dari kota akan isolosi diri ? Saya katakan mustahil karena disaat covid seperti ini uang kita sedikit, kalau kita tidak kerja selama 14 hari di kampung dan 14 hari di kota karena isolasi mandiri, itu artinya 28 tidak masuk kerja, ditambah dijalan dan saat mencoblos, katakanlah satu tidak masuk kerja, pemasukan selama satu bulan akan hilang, tidak akan ada yang mau seperti itu, nyari uang saja susah malah harus libur sebulan, hal tersebut membuat penularan makin menjadi-jadi, yang dikota membawa virus ke kampung, atau yang dari kota tidak membawa virus, tapi malah dari kampung membawa virus ke kota.

Kita hanya tinggal menunggu sintesinya, entah untuk apa diadakan pilkada di tengah-tengah pandemi seperti ini, entah untuk kepentingan politik, atau entah untuk kepentingan kesehatan, health immunity. Semoga kita baik baik saja, karena nyatanya ada atau tidak ada aturan kumpul-kumpul dari satgas covid, kumpul-kumpul tetap ada di berbagai kalangan. Semoga tuhan selalu melindungi kita semua, amiin.

Terima Kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun