Mohon tunggu...
Dwi Suparno
Dwi Suparno Mohon Tunggu... Administrasi - Pejuang Receh

Kuli pabri..Bisa ditemui di nfkaafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Merubah Paradigma Pembangunan Daerah di Era Otonomi

26 November 2014   03:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:50 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makna "revolusi" menurut Kamus besar bahasa Indonesia dapat diartikan perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata) atau perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Sedangkan menurut wikipedia, "revolusi" adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat.Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.

Sedangkan "desa" secara filosofi berarti persekutuan masyarakat adat yang mengikatkan diri menjadi satu komunitas masyarakat dan diakui oleh negara.Sedangkan dalam sistem pemerintahan yang diatur dalam UU No 32 Tahun 2004,digambarkan bahwa desa merupakan bagian dari struktur pemerintahan daerah yang terbawah yang berposisi sebagai daerah otonom yaitu memiliki kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga desanya.

Seperti memaknai kata "revolusi" dan "desa" inilah,buku berjudul "Revolusi Dari Desa:Saatnya dalam Pembangunan Percaya kepada Rakyat" hadir di ranah publik.Penggambaran "revolusi" diatas yang terasa cepat serta kadang kadang meninggalkan kenangan buruk,apabila dirangkaikan dengan kondisi pembangunan daerah saat ini,sungguh terdapat perbedaan yang sangat jauh.Di era otonomi daerah ini,proses pembangunan yang berlangsung saat ini selalu menempatkan masyarakat sebagai obyek saja,sebagai pihak yang lemah.Sebut saja sejak Orde Lama,Orde baru hingga Orde Reformasi saat ini isu utama pembangunan tetaplah pada topik yang sama yaitu masalah kemiskinan dan pengangguran ditambah masalah infrastruktur serta rendahnya sumber daya manusia.Sementara kebijakan yang diambil oleh Pemerintah untuk memperbaiki permasalahan tersebut diatas terkesan tidak jelas dan tidak masuk akal.Misalnya untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran,pemerintah malah memperbesar alokasi subsidi.Langkah temporer serta kadang menimbulkan kesan politis.

Berbagai pendekatan pembangunan dengan berbagai konsep,strategi,paradigma yang beraneka ragam selama ini terbukti belum membuahkan hasil yang signifikan.Terbukti dari masih banyaknya masyarakat perkotaan dan pedesaan yang terlilit kemiskinan.Jurang pemisah antar si kaya dan si miskin masih mengangga lebar,infrastruktur di berbagai daerah pedalaman dan perbatasan belum memadai serta berbagai permasalahan lainnya yang seolah sulit dipecahkan.

Kunci dari pernyataan tersebut diatas adalah perlunya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Pemerintah harus memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan.Peran Pemerintah Daerah hanya sebagai pembimbing, pengarah sekaligus memberikan dukungan terutama dukungan dana. Biarkan masyarakat mengelolanya sendiri secara mandiri.

Terus kenapa konsep pembangunan ini kita harus mulai dari desa? Di bab 5 dengan judul Profil Desa dan Hubungan Antar Lembaga diuraikan secara jelas permasalahan yang terjadi di desa saat ini.Menurut data statistik,65 % masyarakat Indonesia bertempat tinggal di desa.Artinya mayoritas orang Indonesia adalah orang desa.Lebih jauh lagi kalau diperhatikan bahwa selama ini berbagai permasalahan bangsa kita sesungguhnya berada di desa.Arus urbanisasi telah memberikan dampak negatif bagi perkembangan desa selama ini. Desa yang identik dengan lahan pertanian semakin hari semakin berkurang peminatnya.Padahal di desa segala kelebihan sumber daya alam tersedia melimpah ruah.Selain itu tradisi mudik yang terjadi setiap tahunnya,banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri yang hanya bermodalkan pendidikan yang pas pasan menjadi bukti bahwa desa selama ini cenderung diabaikan.Pembangunan selama ini hanya berpusat di perkotaan yang tidak memberikan dampak kepada masyarakat desa.Itu yang pertama.

Yang kedua,keberadaan desa sebagai daerah otonom,karena adat isitiadat ataupun norma yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang diakui keberadaanya.Walaupun berada di struktur terbawah dalam sistem pemerintahan di negara Indonesia,pemerintahan desa dalam melaksanakan pemerintahannya diawasi sebuah lembaga yang mirip dengan dewan (council),yaituBadan Permusyawaratan Desa (BPD).Kepala desa menjalankan tugas pemerintahan melalui mekanisme perencanaan,pengorganisasian,menggerakkan dan mengawasi tugas kemasyarakatannya.Sedangkan dalam perencanaan serta rancangan pembangunan desa,kepala desa menetapkan bersama sama dengan BPD.Termasuk juga dalam menyusun berbagai peraturan desa serta menyusun dan mengajukan APBDes dibahas dan ditetapkan bersama BPD.Selain itu tugas kepala desa lainnya yaitu membina kehidupan masyarakat desa antara lain menyangkut ketrampilan masyarakat,kehidupan sosial ekonominya serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan.Seorang kepala desa pun dapat mewakili desanya apabila desa menghadapi sengketa hukum serta dapar menunjuk seorang kuasa hukum untuk mewakilinya.

Birokrasi desa ini menjadi tujuan sebagai kekuatan dan peluang terwujudnya kekuatan gerakan pembangunan di desa.Gerakan yang berupa formulasi keinginan dan kebutuhan masyarakat menjadi kegiatan yang bermanfat dalam mewujudkan pemberdayaan pemenuhan harapan masyarakat.

Buku karya Dr. Yansen TP,M.Si seorang Bupati putra asli Malinau,Kalimantan Utara ini yang diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo memang bermaksud "mendobrak" metode pembangunan yang selama ini selalu menganut prinsip top down menjadi model bottom up. Terlihat di Bab 1 Pendahuluan yang berjudul Menggugat Konsep Pembangunan. Yang isinya menelanjangi berbagai konsep pembangunan yang selama ini kurang tepat disertai konsep untuk merubah model pembangunan tersebut disertai dengan pengalaman nyata dari penulis dan kenyakinan penulis tentang konsep percaya kepada masyarakat desa.Dengan bahasa monolog yang mengalir serta mudah dipahami serta dilengkapi dengan berbagai solusi dalam mengatasi berbagai permasalahan pembangunan sehingga pembaca mendapatkan ilmu baru dalam manajemen pengelolaan pemerintahan. Sehingga selanjutnya pembaca kian termotivasi melahap lembar demi lembar isi buku setebal 180 halaman ini tanpa ada kesulitan istilah dan kejenuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun