Mohon tunggu...
Nezaretta Nezaretta
Nezaretta Nezaretta Mohon Tunggu... pegawai negeri -

apa adanya ajalah, biar gampang ;)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kok Ketus Ya

3 Januari 2014   09:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:12 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemarin, 31 Desember 2013 kurang lebih pukul 10.15 WITA, aku keluar dari ruanganku untuk memberikan beberapa berkas yang telah ditandatangi kepada sekretaris. Kebetulan ada seorang pegawai yang lagi duduk di kursi tunggu depan sekretaris itu. Sebut saja namanya Rina (bukan nama sebenarnya tapi masih nama oranglah, bukan Bunga atau Mawar seperti biasa). Pegawai yang belum begitu lama di kantor ini baru kira-kira lima bulanan. Perempuan Jawa yang manis, dan pengantin baru pula, gak baru-baru amatlah ya sekitar lima bulan itulah, karenadia pindah ke sini baru aja habis nikah.

Iseng aku bertanya, “Suamimu ada di rumah Rin?”

“Ada pak.”

“Ajaklah ke sini nanti malam, kita tahun baruan.”

“Kok pakai tahun baruan segala pak? Nggak pak, saya gak biasa keluar untuk tahun baruan.”

“Kan lumayanlah bisa lihat kembang api dan dengar suara petasan.”

“Saya udah, menyaksikan kembang api dan petasan tahun baruan sejak 20 tahun yang lalu pak!”

Suasana mulai nggak enak, tapi masih kucoba meneruskan obrolan ringan ini, “Ooh..., mau membuat sesuatu yang lebih indah dengan suami di rumah saja, pas pergantian tahun nanti yah....”

“Kenapa sih kok ujung-ujungnya kesana mulu?!”

Oopss.., aku kaget, sekretarisku juga kaget, satu orang lainnya di ruangan itu juga kaget.

Ku usahakan tetap menormalkan suasana? “Kamu gak suka petasan dan kembang api Rin?”

“Dari dulu gitu-gitu aja tuh?”

“Bagaimana kamu tahu kalau petasan dan kembang api gitu-gitu aja sementara kamu gak pernah keluar tahun baruan?”

Dia diam saja.Kulanjutkan, “Hidup ini sudah berat, kalau kita tambah-tambah lagi dengan bicara ketus kepada orang lain, tidak akan membuatnya menjadi lebih baik malah menjadi lebih buruk. Bicara ketus kepada orang lain tidak akan menjadikan lawan bicara kita menjadi lebih rendah derajatnya, dan tidak juga menaikkan derajat kita sendiri menjadi lebih tinggi.”

Wajahnya semakin masam.

“Di bangku sekolah kita telah serius terus mungkin hingga belasan tahun bahkan ada yang sampai lebih 20 tahun. Tidak ada salahnya sekali-sekali bercanda. Orang-orang hebat di negeri inipun tetap tidak kehilangan rasa humor mereka. Bicara lugas tidak akan juga membuat kita lebih cepat berhasil dibandingkan yang lain, dan bercanda sekali-sekali tidak juga akan menghambat karir kita.”

Wajahnya menghadap kearah lain.

“Orang tuamu penegak hukum?”

“Bukan pak.”Kelihatan dia tidak suka dengan pertanyaan itu, wajah tersenyum dengan sangat terpaksa.

“Hidup kita ini berat, dan apabila harus menunggu hingga ringan dulu baru tersenyum dengan candaan orang lain, maka mungkin sampai mati kita tidak akan tau apa artinya humor.”

Wajahnya meringis.

“Kalau suka tersenyumlah kalo tidak suka juga tidak perlu harus berkata ketus. Tidak begitu banyak orang yang suka dengan kata-kata yang ketus, atau bahkan mungkin tidak ada. Termasuk yang mengatakannya sendiri..!”

“Iya pak,”nadanya merendah dan wajahnya sudah agak sedikit merunduk.

“sayangi orang-orang yang lebih muda, lebih rendah derajatnya dari kita, dan hormati orang yang lebih tua dan...........”

“Saya permisi dulu pak.” Katanya sambil pergi dan berlalu. Seperti sudah tidak tahan lagi mendengar ocehanku yang tiada henti-hentinya berhamburan keluar.

“Bapak jadi menggurui sekarang, tidak seperti biasanya.” Sekretarisku berkomentar.

“Apa yang salah dengan menggurui?Ada kalanya seseorang harus dibukakan matanya untuk melihat kenyataan. Walaupun sebagian besar lainnya dapat mengambil pelajaran dari contoh dan pengalaman orang lain. Tapi yang satu ini mengajarinya bersosialisasi harus seperti mengajari anak kecil membaca. Harus diperkenalkan huruf demi huruf!”

“Iyah iyah iyah, katanya sambil tersenyum, cukuplah pak saya faham. Bapak tersinggung dengan caranya tadi?”

“Tersinggung tidak, kecewa iyah, sudah sekolah cukup tinggi dan kerja di salah satu kementerian terbaik negeri ini kok masih seperti itu.”

“Tidak tersinggung kok ngomongnya panjang banget....”

“Oh iya yah, hehehe...”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun