Mohon tunggu...
Nezaretta Nezaretta
Nezaretta Nezaretta Mohon Tunggu... pegawai negeri -

apa adanya ajalah, biar gampang ;)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengapa PKS Gusar Sekali Dengan Vonis LHI?

14 Desember 2013   18:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:56 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya di kanal politik Kompasiana ini ada tulisan yang menyoal vonis LHI dengan mengatakan bahwa KPK, Jaksa dan Hakim telah mendahuluiTuhan dalam menjatuhkan vonis. Tulisan tersebutmenyampaikan kajiannya tentang niat. Sesungguh Allah mencatat niat baik seseorang walaupun yang bersangkutan akhirnya tidak dapat melaksanakan niat tersebut karena sesuatu hal. Sementara Tuhan belum mencatat niat jahat seseorangsampai dengan niat tersebut benar-benar dilaksanakannya. Jadi kalau hanya baru berniat sementara niat tersebut tidak terlaksana karena keburu ketangkap maka sesungguhnya Tuhanpun belum mencatatnya sebagai sebuah kejahatan. Dengan melihat dalil ini maka Hakim, KPK, dan jaksa telah mendahului Tuhan, karena Tuhan saja belum mencatatnya sebagai sebuah kejahatan semantara penegak hukum tersebut telah menjatuhkan vonis bersalah.

Tentang NIAT, penulis jadi teringat sebuah riwayat yang pernah disampaikan oleh Ustadz Zainudin MZ dalam sebuah ceramahnya yang menceritakan tentang dua orang yang berkelahi satu tewas karena dibunuh lawannya, lantas dua-duanya masuk neraka, bukan si pembunuhnya saja, kenapa? Karena yang tewas itupun sebenarnya sudah berniat membunuh juga tapi keduluan sehingga tewas.

Selanjutnya kompasianer tersebut mengemukakan tentang PENYADAPAN. Sebenarnya LHI telah menyampaikan bahwa adanya aliran uang antara AF kepada yang bersangkutan adalah karena adanya hubungan utang-piutang tetapi bagaimana mau membuktikannya kalau KPK tidak bersedia membuka sadapan pembicaraan antara LHI dengan AF yang mengenai utang piutang tersebut. Sementara bukti-bukti lain tidak ada.KPK telah menutup-nutupi kebenaran dengan tidak membuka sadapan pembicaraan terebut.

Aneh, sudah hukumnya kalau yang mengatakanlah yang membuktikan, kecuali dalam TPPU maka yang dituduh yang membuktikan, itupun terbatas pada harta yang diperolehnya yang diyakini oleh penuntut tidak wajar. Nah soal utang piutang yang antara AF dengan LHI kalau memang ada maka LHI-lah yang harus membuktikan. Buka di persidangan bukti-bukti itu, kalau memang ada perjanjian utang-piutang , kwitansi, dan bukti pendukung yang lain. Bukan Jaksa yang harus membuktikan, karena beban pembuktiannya memang tidak ada pada mereka. Akan aneh bin ajaib jadinya, nanti setiap terdakwa akan mengatakan itu uang jual –beli, itu uang utang piutang, itu uang persekot dan sebagainya dan yang disuruh membuktikannya adalah jaksa atau KPK, logika yang sangat tidak masuk akal.

Selanjutnya penulis tersebut juga menyampaikan tentang DISENTING OPINION. Seolah-olah karena ada anggota majlis hakim yang disenting opinion maka hal tersebut (secara tersirat diungkapkan oleh penulisnya) menunjukkan kalau LHI tidak bersalah.

Sepengetahuan sayaadanya disenting opinion tidak serta merta dapat disimpulkan kalau LHI tidak bersalah. Makanya majlis hakim itu dibuat terdiri dari beberapa orang dan ganjil agar kalau terjadi disenting opinion putusan tetap dapat diambil berdasarkan suara terbanyak.Dan perlu diingat disenting opinion dua hakim tersebut bukanlah terhadap materi hukuman yang akan dijatuhkan tetapi pada siapa yang berwenang melakukan penuntutan TPPU, apakah Jaksa KPK atau Jaksa dari Kejaksaan Negeri. Pertanyaan selanjutnya adalah katakanlah bahwa yang berhak melakukan penuntutan Jaksa dari Kejaksaan Negeri, apakah dengan demikian LHI akan dinyatakan bebas?

Tentang VONIS 16 TAHUN, vonis tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah uang yang dikorupsi. Banyak faktor lain juga yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis. Vonis orang biasa tentunya akan berbeda dengan vonis terhadap penegak hukum sekiranya mereka melakukan korupsi dengan jumlah yang sama (masih ingat kasus jaksa Urip?). dampak korupsi tersebut terhadap masyarakat luas juga jadi pertimbangan, kalau uang yang dikorupsi itu adalah uang untuk plesiran pejabat negara tentu akan beda vonisnya dengan uang yang sedianya memang ditujukan untuk membantu rakyat kecil. (sama-sama mencuri uang Rp 100 ribu tapi yang satu untuk membeli beras dari keluarga tidak mampu sementara satunya untuk mencuci mobil mewah dari seorang selebritis tentu vonisnya akan beda juga). Dan sebagainya.

Mengapa PKS gusar sekali dengan dihukumnya LHI?

Bukankah dulu dikatakan bahwa apa yang terjadi pada LHI adalah urusan beliau pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan PKS? Masih ingat kan begitu LHI ditahan tidak ada kader PKS yang membesuknya di tahanan, beda dengan kader partai lain.

Tapi tampaknya kata-kata itu (tentang pernyataan apa yang dihadapai LHI adalah urusan beliau pribadi) adalah ungkapan setengah hati. Kader-kader PKS masih tetap mengikuti terus perkembangan kasus tersebut dan secara terorganisir melakukan pembelaan-pembelaan dengan membuat opini-opini terutama di dunia maya seperti Kompasiana ini.

Mengapa tidak menerima dengan lapang dada terlebih dahulu vonis tersebut lalu menyusun lagi langkah-langkah untuk upaya hukum selanjutnya, banding hingga kasasi?

Kegusaran yang ditunjukkan oleh kader-kader PKS dari tingkat elit hingga kader biasa sebagaimana banyak tulisannya di dunia maya ini tidak akan berdampak apa-apa terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Bagi sesama kader mungkin ada pengaruhnya berupa bertambahnya keyakinan bahwa fitnah tengah menimpa LHI. Tapi bagi orang lain, koar-koar, bicara keras bahkan menuding-nuding bahwa KPK, Jaksa dan Majlis hakim telah bersepakat menghancurkan LHI dan PKS adalah sia-sia, menyebalkan dan membuat muak..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun