Jumat tanggal 9 November 2013 kemarin saya pulang dari Denpasar Bali dengan menggunakan pesawat berlogo singa. Setelah delay lebih dari satu jam akhirnya pesawat take off pukul 17.00 WITA dan mendarat di bandara Sukarno Hattapukul 18.15 WIB di terminal 3.
Hari sudah mulai gelap, dan jalanan masih basah sisa-sisa hujan yang masih baru. Proses menunggu Damri menuju Bekasi berlangsung agak lama karena berdasarkan informasi dari sesama calon penumpang, terminal 3 tidak selalu dilewati oleh bus Damri, kalau udah penuh di terminal 1 dan 2 maka mereka tidak lagi singgah di terminal 3. Selama menunggu bus jurusan bekasi tersebut, banyak sudah bus jurusan lain yang lewat dan rata-rata di badan bus tersebut dipasang stiker besar yang hampir menutupi separuh luasan dinding bus. Bergambar calon presiden peserta konvensi partai Demokrat yang juga Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan. Tidak secara langsung menampiilkan dirinya sebagai calon presiden dan mengajak khalayak memilih yang bersangkutan nanti pada hari pemilihan umum, tetapi beliau menghimbau menggunakan produk dalam negeri, dengan kalimat ajakan “Kalau bukan kita siapa lagi kalau tidak sekarang kapan lagi?” ditambahi dengan foto beliau yang tampil dengan senyum merekah dan sumringah, dapat dipastikan kalau foto tersebut telah diedit sedemikian rupa hingga tampil muda, enerjik dan menarik.
Tidak ada yang salah, kementerian Perdagangan tentu memasang sitcker besar di bus damri tersebut dengan membayar, dan Damri sebagai badan usaha tentu memperoleh keuntungan darinya.
Permasalahan baru terasa ketika kudapatkan bus tujuan saya, Bekasi, dan naik. Hari masih hujan rintik-rintik ketika kudapatkan bangku ditengah. Segera duduk dan, oh my....., rasanya seperti masuk ke dalam mobil box!
Sticker yang dipasang dikaca bus Damri tersebut adalah jenis yang berlubang-lubang kecil sehingga dari jauh tetap seperti stiker utuh tanpa lubang sementara dari dalam penumpang masih dapat melihat keluar jendela walaupun kurang nyaman, itu kalau lagi tidak hujan. Kalau hujan makalubang-lubang kecil yang ada di stiker tersebut menjadi tempat hinggap dan terperangkapnya air hingga pandangan penumpang sama sekali terhalang. Keadaan jalan yang macet dan hujan yang tak kunjung usai membuat kekesalan kepada pemilik stiker tersebut semakin bertambah-tambah. Sebenarnya bisa saja memasang stiker tersebut dibadan bus, bukan di kaca jendelanya, tetapi pertimbangannya tentulah terlalu rendah, hingga kurang dapat dilihat orang banyak. Akhirnya dipasanglah di kacanya, perduli amatlah dengan kenyamanan penumpang, toh cuman penumpang bus ini....!
Tak lama hapeku berdering, ternyata dari rumah, menanyakan sudah sampai mana. Ku jawab “Gak tau mah sampai mana ini, gak bisa ngeliat keluar.”
“Kok bisa?”
“Iyah kehalang gambar calon presiden...!”
Calon presiden yang juga Menteri Perdangan ini telah sukses menyiksaku kurang lebih tiga jam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H