Mohon tunggu...
Ney Satwika
Ney Satwika Mohon Tunggu... -

aku ingin tahu lebih banyak

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lansia

19 Mei 2012   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:07 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ilustrated by ney

Proses menua pada manusia merupakan suatu proses alamiah yang tak terhindarkan, dan menjadi manusia lanjut usia (lansia) yang sehat merupakan suatu rahmat. Pendapat di dalam kehidupan sosial masyarakat kita, predikat usia lanjut seseorang sering dikonotasikan kepada hal-hal sebagai berikut : orang yang mulai menurun kemampuan produktivitas dan aktivitas fisik sudah layak pensiun dari kegiatan pekerjaan, pantas untuk dimanjakan, cukup menunggui cucu di rumah atau mengantar cucu ke sekolah, harus dihormati dan dimintai nasehat, pandangan dan pemikirannya lebih arif dan bijak, makin pikun berlaku otoriter terhadap anak, sulit menyesuaikan diri dengan perubahan, makin meningkatkan kegiatan ibadah agamanya, dan sebagainya. Seringkali hal tersebut akhirnya menjadi konflik dalam hubungan antara lansia dan orang yang lebih muda. Memang rasanya berdosa jika kita tidak menuruti kata-kata orang tua, tapi bagaimana jika kita punya pendapat yang berseberangan dengan kata-kata orang tua tersebut? Dengan melemahnya kondisi fisik seringkali juga menurunkan kondisi psikologis juga. Sehingga sekuat apapun lansia itu pada waktu mudanya, walau masih bisa melakukan rutinitas kesehariannya, tetap saja butuh orang yang menjaganya dari gangguan-gangguan yang mungkin terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Misalkan saja, ada salesman yang datang dengan kata manis dan persuasif menawarkan sesuatu barang yang “tidak terlalu berguna” dengan harga yang tidak wajar, belum lagi keaslian barang yang belum teruji, bisa saja orang tua tersebut termakan dan terbujuk oleh kata-kata sang salesman dan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Belum lagi gangguan dari pihak yang memanfaatkan karakter lansia yang “meningkatkan beramal dan ibadah di hari tua”, dimana para oportunis itu memanfaatkan rasa iba dari lansia tersebut, apalagi jika si lansia tersebut memiliki banyak uang dan kesepian. Dengan kelabilan psikologis mudah saja bagi seseorang mengambil hati supaya dikasihani. Dalih supaya bisa lebih begini begitu, si oportunis tersebut akhirnya juga bisa menggerogoti harta dari lansia itu. Gangguan psikologis orang tua semacam ini nampaknya sering kali terjadi dan juga masih sulit diatasi. Apalagi jika orang tua yang merasa sudah banyak merasakan asam garam kehidupan, merasa paling tahu segalanya dan paling benar. Memang ada yang bilang bahwa orang jika sudah lansia akan kembali bersifat seperti bayi lagi, suka rewel dan merajuk. Menjadi lansia yang sehat, yang arif dan bijaksana memang tergantung dari bagaimana lansia itu hidup semasa mudanya. Kita yang muda yang justru harus lebih sabar dan arif dalam menghadapi lansia yang kembali lagi bersifat seperti bayi, dengan memberikan yang terbaik untuk para lansia. Dan memang sudah kewajiban kita untuk merawatnya seperti layaknya beliau merawat kita semasa kecil kita, walaupun di berbagai negara sudah ada lembaga khusus panti jompo yang menjamin dan merawat para lansia itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun