[caption caption="Ilustrasi -Â britrish.com"][/caption]Februari yang manis penuh hujan gerimis
Yang tak sempat menyapa mega yang terlanjur tiada...
Februari yang syahdu penuh rindu
Kutitipkan setangkup kecup diujung pembaringan...
Jika akhirnya angsa merah itu pun tak bisa terbang
Maka, biarkan dia berenang dengan penuh nestapa...
Agar rintik hujan pun tak lagi mampu menasbihkan rindunya
Agar derasnya air mata tak lagi mampu menyudutkan betapa butirannya mampu menenggelamkan suara
Saat sakura berguguran... bahkan sebelum sempat mekar...
biarkan dia berganti... biarkan dia bersembunyi... meski setiap ucapannya tercekat belati...
Februari yang manis kutitipkan hujan gerimis
Kepada penghujung rindu yang tak sempat menyatu...
Jika ketiadaan adalah penghujung pengharapan, maka cukupkan Februari menibakan penghabisan...
Agar engkau tau betapa air mata tak lagi mampu melukiskan surga...
Agar engkau mengerti betapa neraka pun menjadi absurb semata...
Kepada Februari yang manis kulukiskan hujan gerimis
Saat jari-jari saling bergamitan disela-sela hujan...
Saat rindu hanyalah sebuah cawan yang berhamburan...
Maka, menjadi nelangsa adalah satu-satunya pilihan utama
Mampukah air mata menghapuskan segalanya
Mampukah butiran hujan menyeka kerinduan...
Dan dalam hujan... dalam gerimis...
Kunyanyikan bait-bait rinduku...
Kutasbihkan namamu...
Kuselipkan dalam doa ku...
Lalu... kupasrahkan takdirku....
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H