Mohon tunggu...
Newsantara
Newsantara Mohon Tunggu... -

Portal Informasi Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rumah Panggung, Budaya Menghargai Alam  

24 Januari 2016   12:41 Diperbarui: 24 Januari 2016   12:49 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Newsantara - Siapa tidak mengenal Rumah Panggung? Tempat tinggal asli Nusantara yang terbuat dari kayu ini merupakan salah satu hasil dari kebudayaan asli Nusantara yang masih bisa kita nikmati hari ini. Hampir setiap suku yang ada di Nusantara ini memiliki model arsitektur rumah seperti ini.

 

Rumah panggung, seperti namanya, adalah sebuah rumah yang memiliki infastruktur yang berbeda dengan rumah-rumah modern saat ini. Rumah ini tidak menyentuh tanah, dibuat tinggi dan hanya beberapa tiangnya saja yang menyentuh tanah sebagai penyangga. Rumah ini masih bisa kita lihat di suku pedalaman yang ada di Indonesia yang tinggal secara terpisah di hutan.

 

Seperti di pedalaman Banten Kidul, atau Dusun Cicemet tepatnya. Rumah warga Kasepuhan (baik itu Ciptagelar, Sinar Resmi, maupun Ciptamulya) dibuat dengan bahan-bahan yang diberi alam dan dibuat mengikuti kemauan alam. “Kami mau hidup berdampingan dan seimbang dengan alam”, ujar Abah Asep Nugraha, pemimpin Kasepuhan Sinar Resmi.

 

Beliau menjelaskan bahwa adat Kasepuhan terbiasa dengan rumah panggung dari kayu, bambu, atau pohon kelapa. Rumah kayu atau bambu lebih tahan gempa dan nyaman ditempati, apalagi di daerah pegunungan.

 

Rumah Panggung juga kaya akan arti dan makna. Ada tiga bagian dari rumah panggung menurut adat Kasepuhan Banten Kidul Setataran Sunda, yakni Kolong, Beutung (tengah), dan Para (bagian atas). Ketiga bagian itu memiliki arti dan fungsi yang berbeda-beda.

 

Kolong merupakan simbol alam raya, tempat di mana manusia mencari makanan untuk kelangsungan hidupnya. Beuteung menjadi tempat dimana manusia mewariskan budayannya, bersyukur dan memuji penciptanya atas semua hasil alam raya yang bisa ia dapatkan. Di situ, manusia harus ingat bahwa dia bukan penguasa di dunia ini, tetapi masih ada kekuatan lain yang berada di atasnya, yang mendiami para (bagian atap).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun