Mohon tunggu...
Satya Hedipuspita
Satya Hedipuspita Mohon Tunggu... -

Nama saya Satya, diambil dari bahasa Sanskrit yang berarti kebenaran. Kebenaran sejati bukan saya, tetapi saya mengikuti Dia yang adalah kebenaran sejati dan kehidupan sejati. Karena nama ini diberikan orang tua saya bagi saya, maka saya akan berjuang sebagai pewarta kebenaran.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karakter Utama dalam Pendidikan

18 Februari 2016   06:44 Diperbarui: 18 Februari 2016   07:23 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Semua orang berhak atas kesempatan kedua."][/caption]

Seorang rekan dosen dalam keingin tahuannya bertanya, “Kenapa sih Pak, kalau kelas Bapak anak-anak bergegas masuk kelas, sementara di kelas saya, kadang lebih setengah jam saya menunggu mahasiswa? Memangnya ada apa di kelas Bapak?” “Tidak ada apa-apa, memang bagaimana?” Saya balik bertanya, “Iya pak, kalau setelah saya, kelasnya Bapak, pasti anak-anak mengingatkan waktu berakhirnya perkuliahan, begitu selesai langsung keluar untuk ke kelas Bapak,” jawabnya. Sesungguhnya saya tidak tahu mengapa para mahasiswa seperti itu. Dari awal pertemuan perkuliahan pada setiap semester selalu saya memberikan silabus, aturan dan tugas-tugas serta tenggat waktunya sepanjang semester itu. Tidak ada yang disembunyikan, tidak ada jurus rahasia dalam kelas.

Saya selalu mengingatkan mahasiswa, bahwa dengan menjadi mahasiswa maka mereka memilih menjadi manusia paling rugi. Rugi yang pertama adalah karena menuntut ilmu harus bayar, mengenai mahal tidaknya adalah relatif. Ada investasi yang harus dilakukan oleh peserta didik, yang pertama tentu berupa materi, uang semester dan uang-uang yang lain. Selain uang adalah waktu yang harus diberikan untuk membaca, belajar dan lain-lain. Saya pernah mengajak para mahasiswa untuk menghitung bahwa dengan definisi 1 SKS yang berbobot 1 jam tatap muka, 1 jam belajar mandiri, dan 1 jam belajar terstruktur, maka bila seorang mahasiswa mengambil 20 SKS maka dalam satu minggu 60 jamnya sudah tidak dapat diganggu gugat untuk mencapai nilai A. Dengan asumsi bahwa 1 hari dalam satu minggu digunakan untuk refreshing, maka total waktu yang dimiliki setiap mahasiswa adalah 144 jam. Bila dalam 1 hari seorang mahasiswa membutuhkan waktu tidur paling sedikit selama 6 jam perhari maka 36 jam dibutuhkan dalam 1 minggu. Bila setiap orang membutuhkan waktu sekali makan 30 menit dan 3 kali sehari makan, maka 1,5 jam perhari atau 9 jam perminggu untuk makan. Jika untuk mandi dan berdandan seseorang membutuhkan waktu 30 menit dan mandi sehari 2 kali maka 6 jam perminggu untuk mandi. Belum lagi waktu untuk berangkat ke dan pulang dari kampus, ada lagi waktu untuk kegiatan himpunan, kegiatan UKM, juga waktu untuk sosialita dan pegang gadget. Sekali menjadi mahasiswa, maka seharusnya hidupnya habis hanya untuk kuliah. Kalau masih ada waktu untuk segala macam yang lain, pasti yang dikurangi bukan waktu tidur atau sosialita, tetapi waktu belajar. Jadi kalau seorang mahasiswa dengan beban perkuliahan 20 SKS dan tidak menginvestasikan minimal 60 jam per minggu untuk belajar, maka menurut saya tidak layak buat mahasiswa tersebut untuk mendapat nilai A.

Rugi kedua seorang mahasiswa adalah harus datang perkuliahan, karena sesuai dengan aturan DIKTI, maka ada minimum kehadiran untuk seorang mahasiswa, dan saya menerapkan minimum kehadiran adalah 80% atau maksimum ketidak hadiran adalah 3 kali pertemuan untuk alasan apapun, termasuk sakit, dalam satu semester. Tidak perlu surat dokter atau surat-surat yang lain yang disampaikan oleh mahasiswa, karena itu saya mengingatkan mereka untuk menjaga kesehatan dan bijaksana dalam menggunakan waktu dan kesempatan. Pelanggaran terhadap hal ini menyebabkan mahasiswa gugur haknya untuk mengikuti ujian akhir semester. Tambahan terkait kehadiran adalah hadir tepat waktu. Mempertimbangkan beberapa aspek yang ada maka mahasiswa diberi toleransi 15 menit keterlambatan. Lebih dari waktu tersebut mahasiswa tetap dipersilakan untuk duduk dalam kelas dan mengikuti perkuliahan, namun yang bersangkutan tidak berhak mengisi daftar hadir. Untuk hal ini saya memberikan teladan. Saya berusaha untuk tidak pernah sekalipun saya terlambat, dan seandainyapun saya harus datang terlambat karena tugas lain yang mendesak, maka saya akan memberitahukan kepada rekan-rekan di Administrasi Akademik dan memberitahu Ketua Kelas, pasti dengan tugas tertentu. Karena menurut saya yang dirugikan kalau mahasiswa tidak hadir adalah mahasiswa, dan kalau dosen tidak hadir tetap saja mahasiswa yang rugi.

Rugi ketiga adalah diberi tugas dan harus mengerjakan tugas. Umumnya tugas yang diberikan agar pemahaman komprehensif mahasiswa dapat dituangkan dalam tulisan secara terstruktur dan baik. Jadi yang dinilai adalah argumen mahasiswa. Penekanan aturan tugas hanya terkait dengan plagiarisme. Aturannya sederhana, bila dalam satu tugas terdapat 32 kata berturut-turut sama dengan tulisan lain, tanpa menyertakan sumber kutipan maka disebut menjiplak. Konsekuensi dari pelanggaran tersebut maka tugas yang bersangkutan diberi nilai 0. Bukan hanya kemampuan merangkai kata mengungkapkan pendapat dan ide, tapi kejujuran dan kemauan untuk menghargai hasil karya orang lain juga perlu dibangun sejak awal. Jadi ketika digabungkan, demikian ruginya menjadi mahasiswa, sudah bayar, harus datang perkuliahan, kalau tidak dapat pinalti; sudah datang diberi tugas kalau tidak buat tugas tidak dapat nilai, dan begitupun belum tentu mendapatkan nilai A.

Aturan yang sedemikian menyebabkan saya mendapat stempel dosen killer. Tapi tidak apa-apa, karena sebenarnya yang saya kejar dalam aturan tersebut hanyalah displin mahasiswa. Dalam hemat saya, salah satu istilah dalam bahasa Inggris untuk murid adalah disciple, yang sangat berkaitan erat dengan discipline sebagai karakter yang membentuknya. Mendisiplin murid menunjukkan bagaimana seorang guru mengasihi muridnya, agar murid-murid tersebut bukan hanya tahu mana yang baik, tetapi memiliki nilai hidup yang tertib. Semoga para alumni memaafkan saya dengan segala aturan tersebut, karena saya berharap mereka menjadi yang terbaik pada masanya dan dalam bidangnya dengan modal dasar kedisiplinan dan kejujuran.

Barito Timur, 17 Februari 2016, 21:59WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun