Mungkin banyak menganggap Menteri Rizal Ramli punya hasrat terlalu tinggi bahkan mengada-ada ketika melemparkan wacana menjadikan Danau Toba menjadi Monaco-nya Asia. Tapi mungkin dalam benak Menteri Rizal, sekali bermimpi jangan tanggung-tanggung, harus setinggi bintang di langit.
Disadari memang begitu banyak tantangan untuk membenahi Danau Toba untuk menjadikannya katakanlah setidaknya setengah dari Monaco. Selama ini banyak bidang yang menggantungkan diri pada danau ini. Selain sebagai daerah wisata, danau ini juga merupakan sumber penghidupan masyarakat dari perikanan, bahkan sebuah perusahaan PMA, dengan tenaga kerja yang tak sedikit, juga berinvestasi di sektor perikanan. Bagaimana nasib PMA ini nantinya, apakah akan ditutup, kalau ditutup bagaimana konsekuensi hukumnya mengingat perusahaan ini adalah PMA. Keberadaan perusahaan ini sebenarnya sudah sering diprotes oleh berbagai pihak karena dianggap mencemari danau toba, namun mereka tetap bergeming.
Danau ini juga merupakan jalur tranportasi bagi masyarakat sekitar. Hal ini juga bisa menjadi masalah, ketika nantinya seluruh Pulau Samosir (pulau di tengah Danau Toba) sudah terhubung jalan lingkar, bagaimana nasib para pengusaha yang berkecimpung di bidang ini. Danau ini juga tidaklah berlebihan jika dianggap sebagai “tempat pembuangan limbah”, baik limbah domestik maupun industri. Harus dipikirkan bagaimana menertibkan semua praktek yang salah ini dengan tepat dan terukur.
Keberadaan PT. TPL (penghasil Pulp) yang menggantungkan kebutuhan bahan baku dari hutan sekitar Danau Toba, juga akan menjadi tantangan tersendiri untuk dicarikan solusinya. Selama ini beredar anggapan di masyarakat, penurunan ketinggian maupun kualitas air Danau Toba, erat kaitannya dengan peralihan fungsi hutan lindung sekitar danau menjadi HTI perusahaan tersebut. Selain itu ada juga PT. Inalum yang punya kepentingan besar dengan danau ini.
Ego sektoral Kepala Daerah sebagai “pemilik danau” juga sering kali menjadi penghambat dalam pengembangan danau ini. Tercatat ada 7 (tujuh) Kabupaten sebagai “pemilik danau”. Koordinasi antara mereka terkadang mudah terucap tapi sulit tercapai. Contoh sederhana tergambar ketika perhelatan Festival Danau Toba 2015 di gelar di Toba Samosir, ternyata kabupaten tetangga juga melakukan kegiatan sejenis dengan nama Pesta Danau Toba.
Belum lagi bicara mengenai infrastruktur menuju dan sekitar kawasan danau. Pengembangan infrastruktur pastinya butuh dana tidak sedikit. Beruntung di kawasan ini sudah ada 2 Bandar Udara (Bandara) yaitu Silangit (panjang landasan 2400 meter) dan Sibisa (panjang landasan 700 meter). Namun kedua bandara selama ini dirasa kurang memberi manfaat bagi kemajuan pariwisata di Danau Toba.
Tapi haruskah kita pesimis dengan banyaknya masalah tersebut. Tentu tidak, kita yakin Menteri Rizal mampu mengatasi semua tantangan yang ada. Namun Menteri Rizal harus pakai jurus ”kepret-nya”, karena kalau hanya pakai cara biasa, impian itu hanya akan tinggal mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H