Ranah media sosial pekan ini kembali menghangat dengan adanya kontroversi tentang paham childfree. menurut Cambridge Dictionary, childfree adalah kondisi dimana pasangan memutuskan untuk tidak memiliki anak.
Paham yang sudah lama dianut sebagian masyarakat Barat, dan mulai ramai dibicarakan dan dilakukan sebagian kecil masyarakat Indonesia.
Gaes, Saya terlahir dan tumbuh di pusat kota Yogyakarta, daerah dimana saya kecil tumbuh adalah sebuah pertemuan antara budaya Barat dan kearifan lokal berinteraksi.
Para backpacker manca entah dari Eropa, Amerika dan Asia Timur menjadi pemandangan biasa ditiap hari, interaksi antara warga dan para manca kadang memaksa warga lokal untuk sekedar tahu hingga akhirnya bisa berbahasa asing walau dalam dalam skala English for tourism bla.. bla.. bla..
Resto, bar, losmen, hotel, tour guide, book store dan lain-lain menjadi tujuan para manca untuk disinggahi, dan tak sedikit disana para warga lokal bekerja dan menjadikan mata pencaharian utamanya. Dan ditempat-tempat tersebut alkulturasi terjadi.
Bijak Jawa berkata : "Witing tresno jalaran saka kulino." atau dalam budaya popular dikatakan Ahmad Dhani dalam salah satu lagunya yang berjudul Risalah Hati : "..biar cinta datang karna 'tlah terbiasa..". Interaksi yang sering terjadi tak jarang menjadikan warga lokal dan bule manca menjadi sepasang kekasih dan kemudian memutuskan untuk membina rumah tangga.
25 tahun yang lalu, tersebutlah seorang warga yang menikah dengan wanita manca berambut pirang, you must be happy guys jika melihat keduanya. Keduanya memutuskan untuk childfree, hidup tanpa seorang anak.
Pilihan tersebut diambil oleh pihak wanita, dengan alasan cinta sang suami tak boleh terbagi. Bahkan dengan anak sendiri andaikata seorang anak terlahir buah cinta kasih hubungan mereka. Dan sang suami pun mengamini pilihan sang istri.
Untuk mengusir kesepian keduanya memelihara seekor anjing sebagai curahan kasih sayang, sang wanita yang memang terlahir dan hidup dalam norma Barat, dimana childfree menjadi hal yang lumrah. Namun sang istri atau keduanya bukan jenis pasangan caper yang mendeklarasikan pilihannya dan mengkampanyekan jalan pernikahannya.
Jalan yang mereka tempuh hanya untuk mereka sendiri, tanpa merugikan atau membuat gaduh masyarakat sekitar. Dan masyarakat tak pernah ambil pusing dengan pilihan dan konsekuensi yang mereka pilih.