Ada suatu gegar budaya bagi bule tersebut menurut saya, dan itu tak sepenuhnya kesalahan dia. Karena di Eropa kita tahu Masque disana tanpa pengeras suara luar, adzan hanya dilantunkan oleh muadzin dengan pengeras suara dalam Masque, karena berkaitan dengan peraturan pemerintah setempat. Dan ketika ia tinggal di Indonesia harus menerima kenyataan bahwa tidur nyenyaknya terganggu oleh pengeras suara Masjid.
Takhrim, sebagai awam dalam beberapa kali kesempatan saya dengar  membuat batin ini sesak dan pilu takala didengar menjelang subuh, bahkan beberapa pengalaman individu ada yang menangis tersedu mendengar takhrim berkumandang, mendayu memecah sunyi di sepertiga malam terakhir, merdu namun menyayat hati, memanggil-manggil rasa rindu akan Muhammad SAW.
Kementrian Agama telah mengatur ikhwal penggunan pengeras suara masjid, hal tersebut tertuang dalam surat  edaran nomor B.3940/DJ.III/Hk.007/08/2018 tentang pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam nomor: KEP/D/101/1978 tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langar dan musholla.
Takhrim dan Adzan yang bagi sebagiam muslim membuat air mata menetes kenapa terdengar begitu mengganggu? Pasti ada sesuatu yang salah.
Ketika adzan dikumandangkan dan suara diperdengarkan lewat pengeras suara, ada 3 faktor penting yang mempengaruhi.
- Kualitas vokal muadzin, banyak dari muadzin kita yang kurang menguasi teknik vokal dan pernafasan, belum lagi kurangnya referensi jenis-jenis maqam adzan.
- Perangkat audio, dalam hal ini microphone, amplifier dan perangkat lainnya. Jujur kita akui bahwa hampir semua tempat ibadah muslim kualitas microphone dan amplifier hanya terkesan semampunya. Karena mungkin berkaitan dengan dana jika sistem tata suara adzan harus menggunakan mixer profesional dan sound engineer berpengalaman dalam tiap 5 waktu adzan. Hal ini bisa kita beri solusi  dengan pengaturan potensiometer bass dan treble yang sesuai pada amplifier, dimana hasil audio yang keluar diharapkan cukup bagus.
- Kualitas perangkat speaker. Saya tidak setuju dengan penyebutan: "TOA Masjid menganggu..!". Karena TOA adalah sebuah merk dagang seperti halnya merek terkemuka lainnya dalam dunia tata suara seperti halnya JBL, Senheiser, Pioneer, Infinity, Audiocenter, Turbosound dll
Secanggih apapun atau semahal apapun audio system Masjid kita jika tidak di-tune dengan benar akan menghasilkan suara kurang baik, lalu kembali kita mulai menggerutu : "wah JBL Masjid mengganggu..!" dan kalimat senada lainnya, tentu ini tak adil.
Jika ada lembaga yang mengatur sertifikasi arah qiblat, mengapa tidak dibentuk lembaga yang mengatur tunning amplifier Masjid ?.
Saya beberapa kali pernah menjadi mengumandangkan adzan di Masjid, walaupun saya percaya bahwa kualitas vokal saya tidak baik, dan saya jua  berasumsi bahwa kualitas microphone, kualitas mixer (baca: amplifier) Masjid seadannya. Dan pasti jua tiada speaker monitor untuk memonitor suara saya sendiri, dan jua tiada sound engineer yang memanipulasi suara saya sedemikian sehingga suara saya menjadi tidak fals, mencapai oktaf tertentu dan efek vokal lainnya.
Tapi satu hal yang saya lakukan, teknik mic-ing. Saya mengambil jarak sejauh 5 ruas jari, dimana jari ibu saya menempel di bibir dan jari kelingking saya saya menempel ke ujung microphone, walhasil suara adzan yang terdengar tidak terlalu load, terkesan tipis namun enak didengar.