Mungkin aku berharap terlalu tinggi. Setelah aku menonton film Bu Tejo Sowan Jakarta, ekspektasiku tidak terjawab. Menurutku, pihak rumah produksi hanya mencatut ketenaran karakter Bu Tejo belaka. Sosok Bu Tejo di film layar lebar ini, amat jauh berbeda dengan Bu Tejo yang tampil di Tilik.
Bu Tejo memang masih diperankan oleh Siti Fauziah. Namun di film Bu Tejo Sowan Jakarta, Bu Tejo diceritakan sebagai perempuan yang menikah dengan pria Sunda bernama Teja. Mengingat mereka hidup di Yogyakarta, akhirnya Pak Teja dipelesetkan menjadi Pak Tejo, selaiknya kultur penyebutan nama bagi masyarakat Jawa.
Penggunaan kata "sowan" yang dalam Bahasa Jawa bermakna mampir atau bertandang, bagiku cuma sekadar lip service. Suasana dan budaya Jawa tak begitu kental di film ini. Beda sekali dengan Tilik, yang notabene sebuah film pendek yang  telah melambungkan karakter Bu Tejo.
Selain sebagai istri orang Sunda, Bu Tejo diceritakan mempunyai seorang putra bernama Teddy. Teddy hendak meminang Vanessa, seorang gadis peranakan Tionghoa. Meski aku kecewa dengan karakter Bu Tejo yang tak sesuai dengan ekspektasi awalku, tetapi aku mengapresiasi rumah produksi yang telah membuat film Bu Tejo Sowan Jakarta.
Ada semangat keberagaman di film ini. Bagaimana seorang Bu Tejo yang ternyata memiliki suami orang Sunda. Bagaimana berjibakunya keluarga Bu Tejo kala Teddy harus melakukan lamaran ke keluarga Vanessa di Jakarta. Ya, Indonesia memang tidak hanya Jawa. Ada banyak suku yang berdiam di tanah Nusantara. Suku dan masyarakat yang sama-sama berhak untuk menyandang predikat sebagai orang Indonesia.
Oh ya, Bu Tejo Sowan Jakarta adalah film terakhir yang kutonton di bioskop. Hhmm, film apalagi yang akan kutonton ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H