[caption id="attachment_323778" align="aligncenter" width="475" caption="Faisal Basri menyoal Asian Agri"][/caption] Waaahh.. Mantan calon Gubernur DKI Faisal Basri bilang denda pajak Asian Agri nggak masuk akal. Kata Faisal Basri, Direktorat Jenderal Pajak salah hitung angka kekurangan pajak Asian Agri. Katanya angka Rp 1,3 triliun nggak masuk akal karena lebih gede dari keuntungan perusahaan. Kaget juga lihat Faisal Basri tiba-tiba bela Asian Agri. Nggak taunya, dari salah satu berita yang aku baca kemarin, Faisal Basri ini sempet jadi saksi pajak Asian Agri waktu negara mengadili manajer pajak Asian Agri Suwir Laut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Soalnya aku salah satu penggemar Faisal Basri. Analisa-analisa ekonominya menurutku bagus dan dia juga selalu based on data. Jujur aja, sebelum kemarin, pas baca-baca di berita banyak yang bahas soal kasus pajak Asian Agri, aku pikir Asian Agri mutlak bersalah. Tapi setelah baca argumen Faisal Basri, kok kayaknya bener ada yang menyimpang ya dari kasus Asian Agri. Apa bener gosip yang bilang kalau kasus Asian Agri permainan oknum pajak dan pemerintahan SBY aja untuk “minta” dana kampanye dari pengusaha? Aku sih nggak terlalu paham soal pajak, tapi aku bayar pajak loh.. Argumennya Faisal Basri begini, keuntungan (laba) Asian Agri dari tahun 2002 sampai 2005 Rp 1,24 triliun, tapi kok pajaknya ditetapkan Ditjen Pajak Rp 1,3 triliun. Apa bisa pajak lebih gede dari laba? Kata Faisal Basri, penetapan pajak Asian Agri Rp 1,24 triliun oleh Ditjen Pajak karena oknum pajak salah menggunakan acuan harga sawit/CPO yang dijual Asian Agri. Ditjen Pajak bilang, volume ekspor Asian Agri kalau pakai harga Rotterdam (harga acuan sawit dunia) angkanya US$ 588,6 juta selama 2002 – 2005. Faisal Basri bilang, Asian Agri jual sawit ekspornya kan pakai harga yang terjadi pada transaksi jual – beli. Jadi angka pajak yang akan dikenakan kepada Asian Agri harusnya menggunakan laporan keuangan Asian Agri, karena laporan keuangan menggunakan harga riil yang terjadi saat transaksi. Kata Faisal Basri, kalau pakai harga riil ekspor sawit Asian Agri yang ada di laporan keuangan 2002 – 2005 yang sudah diaudit, nilainya US$ 491,2 juta. Jadi akibat penggunaan harga acuan yang beda, yang satu pakai Rotterdam, yang satu pakai laporan keuangan audit, jadinya ada selisih US$ 97,5 juta. Kalau dirupiahkan pakai kurs Rp 12.000 selisihnya sekitar Rp 1,17 triliun. Beda pakai harga acuan, bedanya gede banget ya. Tapi kalau menurutku, argumen Faisal Basri masuk akal. Masak untuk menetapkan pajak perusahaan bukan pakai harga yang terjadi pada transaksi riilnya seperti ditulis dalam laporan keuangan auditan Asian Agri, kok Ditjen Pajak malah pakai patokan harga Rotterdam. Kan aneh. Kalau toko emasku jual emas ke orang Malaysia di harga Rp 200.000/gram, masak hitungan pajaknya pakai acuan harga emas dunia? Rugi bandar kan. Aneh banget. Kira-kira apa ya motifnya Ditjen Pajak membesar-besarkan nilai pajak Asian Agri? Apa bener untuk setoran dana kampanye SBY, tahunnya pas banget kan 2014? Ini beberapa referensi berita-berita yang aku pakai untuk bahan tulisanku : http://www.thejakartapost.com/news/2014/02/20/asian-agri-attempts-deflect-accusations-through-joint-study.html http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/19/1652236/Faisal.Basri.Asian.Agri.Diminta.Bayar.Pajak.Lebih.Besar.dari.Laba http://finance.detik.com/read/2014/02/19/183023/2502599/4/bela-asian-agri-faisal-basri-sebut-ditjen-pajak-salah-hitung http://www.gatra.com/ekonomi-1/47518-faisal-basri-pertanyakan-kasus-pajak-asian-agri.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H