Mohon tunggu...
Hans
Hans Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembaca dan Penulis

expect dissapointment and you never get dissapointed

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jusuf Hamka Menagih Utang ke Pemerintah 800 Miliar Sejak 1998!

9 Juni 2023   09:00 Diperbarui: 9 Juni 2023   09:12 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sejak krisis moneter pada tahun 1998, Jusuf Hamka, seorang pengusaha jalan tol, terus berjuang untuk mendapatkan pembayaran utang sebesar Rp800 miliar dari pemerintah Indonesia. Utang tersebut merupakan hutang yang belum dilunasi oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), perusahaan yang ia pimpin.

Sebagai bos CMNP, Jusuf Hamka merasa kecewa karena hingga saat ini utang tersebut masih belum dibayar. Ia mengklaim bahwa dana deposito yang dia setorkan juga belum dikembalikan kepadanya. Pemerintah, di pihak lain, berdalih bahwa CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto atau yang lebih dikenal sebagai Tutut Soeharto. Hal ini menjadi alasan pemerintah untuk mengabaikan pembayaran utang kepada Jusuf Hamka.

Namun, Jusuf Hamka tidak tinggal diam. Ia memutuskan untuk membawa masalah ini ke jalur hukum dengan mengajukan gugatan di pengadilan pada tahun 2012. Melalui perjuangannya yang panjang, kasus ini akhirnya sampai ke Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2014 atau 2015. Putusan MA menguatkan klaim Jusuf Hamka, yang menegaskan bahwa pemerintah wajib membayar utang beserta bunganya setiap bulan. Selain itu, pemerintah juga dikenakan denda atas keterlambatan pembayaran utang tersebut.

Setelah putusan MA dikeluarkan, Jusuf Hamka  dipanggil oleh Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan, Indra Surya. Pemerintah akhirnya mengakui adanya utang tersebut dan berjanji untuk membayarnya. Namun, Kementerian Keuangan meminta diskon atas jumlah utang. Padahal, seharusnya utang beserta bunganya senilai Rp400 miliar seharusnya dibayar pada tahun 2016 atau 2017. Namun, pemerintah hanya bersedia membayar Rp170 miliar. Setelah kesepakatan tercapai, pembayaran utang dilakukan dua minggu kemudian.

Namun, harapan Jusuf Hamka untuk melunasi utangnya sepertinya masih jauh dari terwujud. Meskipun pemerintah telah mengakui utang tersebut dan berjanji untuk membayarnya, Jusuf merasa bahwa janji-janji tersebut hanya berupa harapan palsu. Ia menyatakan bahwa utang senilai Rp800 miliar yang harus dibayarkan oleh pemerintah telah diabaikan dan terlupakan selama bertahun-tahun. Tidak ada penjelasan yang jelas mengenai penundaan pembayaran utang ini.

Menghadapi situasi ini, Jusuf Hamka tidak menyerah begitu saja. Ia melakukan upaya lebih lanjut dengan mengadu kepada berbagai pimpinan kementerian dan lembaga terkait. 

Ia mengunjungi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, serta Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam upayanya untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, hingga saat ini, utang sebesar Rp800 miliar yang beserta bunganya telah membengkak tidak kunjung dibayarkan oleh pemerintah.

Keberlanjutan proyek CMNP menjadi taruhannya. CMNP adalah perusahaan publik yang menjalankan berbagai proyek infrastruktur jalan tol di Indonesia. Kesulitan dalam melunasi utang tersebut dapat berdampak negatif pada kelangsungan proyek-proyek CMNP dan merugikan investor yang telah menanamkan dana mereka.

Dalam upaya melindungi kepentingan perusahaan dan investor, Jusuf Hamka terus berjuang agar utang sebesar Rp800 miliar ini dapat dibayar oleh pemerintah. Ia menganggap pembayaran utang ini bukan hanya untuk kepentingan pribadinya, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan investor dan kelangsungan proyek-proyek CMNP yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun