Mohon tunggu...
Nevan Alsya Kalihva
Nevan Alsya Kalihva Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Insyaallah jadi Menteri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Pendidikan Indonesia: Reformasi "Pekerjaan Rumah"

22 Oktober 2020   14:45 Diperbarui: 22 Oktober 2020   14:53 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: gaya.tempo.co


Berlarut-larut masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan selama lebih dari dua dasawarsa,  pasca runtuh nya Orde Baru, selalu di sajikan tentang konsepsi politik, hukum, ekonomi  yang di bawa oleh pemerintah dan juga media sehingga menjadi "makanan" sehari-hari. Namun, di dalam proses konsepsi yang di sajikan selama ini, ada aspek mendasar dalam memahami hal-hal yang telah ada ini serta menjadi cukup terlupakan selama beberapa tahun terakhir. Apalagi kalau bukan pendidikan.

Selama ini pendidikan tidak jauh berbeda sebagai bentuk komoditi pasar yang berubah-ubah di dalam nya. Entah kurikulum nya yang akhirnya membuat proses KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar ) menjadi tergolong tidak efektif serta mata pelajaran yang di siapkan oleh kurikulum itu sendiri menjadi tidak "berguna" karena tidak memiliki dasar yang menuntut ,tidak hanya kecerdasan, namun kreatifitas serta progresifitas.

Saya mengasumsikan bahwa kita semua setidaknya memahami bahwa pendidikan menjadi hal fundamental terhadap proses pembangunan negara. Tidak hanya di dalam pembangunan fisik, utama nya pula dengan melakukan pembangunan sumber daya manusia nya. Melihat secara historis, sistem pendidikan kita berubah-ubah terlalu cepat di karenakan ada nya kondisi yang memaksa seperti saat Orde Lama berkuasa.

Di masa Orde Lama kita bisa melihat kembali bahwa kondisi yang dimana sistem politik dan pemerintahannya berubah-ubah pasca kemerdekaan, membuat sistem pendidikan juga ikut berubah. "Yang lama hancur, tumbuh dari puing nya", Orde Baru hadir menyusun kebijakan-kebijakan pendidikan baru, yang tentu nya dengan tetap menjaga "posisi" pemerintah yang berkuasa. Akhirnya pendidikan pada masa Orde Baru tidak jauh berbeda dengan Orde Lama dan membuat "Pekerjaan Rumah" bagi pendidikan Indonesia. 

Bila kita melihat anggaran kementerian dalam hasil laporan Kementerian Keuangan pada RAPBN pada tahun 2019 untuk tahun 2020, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menempati posisi ke-10 dari 10 besar anggaran kementerian terbesar dengan anggaran Rp 35,7 Triliun (Kompas.com - 16/08/2019) .

Lalu pada tahun 2020 ini yang terbaru untuk RAPBN 2021, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan cukup naik secara signifikan dengan mendapat Rp 81,53 Triliun (Kompas.com - 14/08/2020). Namun jika di tinjau kembali anggaran untuk Kementerian "Mas Nadiem" ini, dari sekitar tahun 2016 sampai dengan 2020 tergolong stagnan, namun sedikit naik.

Pemerintah dalam menyusun anggaran ini juga mampu mencerminkan sejauh mana prioritas yang di berikan dalam dunia pendidikan.  Ada sedikit kritikan yang terlontar pada RABN 2021, yaitu ada beberapa lembaga yang bisa di asumsikan tidak seharusnya untuk di prioritaskan seperti Kementerian Pertahanan serta Kepolisian Republik Indonesia. Terlebih di masa pandemi, Kementerian Kesehatan berada di bawah mereka. Jelas hal-hal seperti menjadi ironi yang terus berlanjut bila tidak di selesaikan secara baik oleh pemerintah sendiri.

Programme for International Student Assessment (PISA), pada Desember 2019 di Paris,menyebutkan bahwa Indonesia dari segi kemampuan pelajar nya masih dalam peringkat ke-72 dari 77 negara. Tentu hal ini menjadi tanda tanya besar dan evaluasi dalam segi kurikulum serta kesejahteraan tenaga pengajar utama nya. Memahami bahwa instrumen tenaga pendidik saat ini perlu kembali ditinjau dan dilakukan sebuah "reform" untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Tenaga pendidik yang di maksud di sini buka hanya guru, namun juga dosen serta para guru besar.

Terlebih, di masa pandemi ini, tenaga pendidik harus di paksa untuk melakukan sebuah terobosan metode pengajaran dengan dasar sistem daring yang telah di tetapkan pemerintah (Kemendikbud). Namun, saya pribadi melihat bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran daring dari tingkat sekolah sampai pendidikan tinggi, tenaga pendidik masih tergolong kurang "tersosialisasikan", sehingga akhirnya ada beberapa tenaga pendidik yang masih "gagap teknologi" dan menghambat pembelajaran bagi peserta didik.

Akhirnya banyak kasus, dimana tenaga pendidik hanya memberikan tugas tanpa memberikan transfer nilai dan ilmu kepada para peserta didik. Tentu, hal-hal seperti ini tidak bisa di kompromi dan di tolerir apapun alasannya. Instrumen infrastruktur menjadi aspek penting kedua setelah tenaga pendidik. Infrastruktur menjamin kondisi pembelajaran yang nyaman,aman, serta mampu memberikan fasilitas yang menunjang keberhasilan tenaga pendidik dan peserta didik dalam melakukan transfer ilmu di dalam nya. Menurut data dari Kemendikbud pada akhir tahun 2019 lalu, sekolah SD sampai SMA yang rusak mencapai 250.000 lebih dan ini masih belum terhitung pada kondisi fasilitas perguruan tinggi lainnya terlepas dari ada nya PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri - Berbadan Hukum). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun