Hari ini, sejak embun mulai menghilang dari permukaan dedaunan di teras depan rumah, aktifitas telepon selularku sudah dimulai. Benda yang jarang istirahatnya ini, mulai sibuk menangkap pesan hari ini. Postingan di banyak aplikasi sosial media sedang ramai-ramainya dengan tagline tentang hari ini, tanggal 2 Mei. Iya, Hari Pendidikan Nasional.
Dua-Mei tidak pernah bisa dilepaskan dari tokoh yang satu ini. Puluhan tahun telah berlalu, namun buah pikiran beliau masih tetap terus ada sampai hari ini. Ki Hajar Dewantoro; salah satu tokoh pendidikan Indonesia, muncul lagi setiap 2 Mei.
Kutipan dari beliaulah yang paling sering muncul di 2 Mei ini; Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani. Semoga saja tidak sekedar postingan di hari ini maka kutipan beliau muncul. Harapannya, kutipan tersebut menjadi denyut nadi keseharian. Menjadi kebiasaan, kemudian menjadi kebisaan. Menjadi kesenangan, menjadi kecintaan. Seperti kecintaanku pada jalan sobat.
Jalan sobat
Aku menghabiskan masa anak-anakku, berpuluh tahun lalu di Manokwari. Sebuah kota yang jauhnya berkilo-kilometer dari kotaku kini. Jauh sekali. Sekalipun jauh dan lama sekali telah meninggalkan kota tersebut, aku berharap kelak kembali ke sana. Sekedar menyusuri pantai-pantainya yang sudah sejak lama adalah kesukaanku. :) Ada banyak hal menarik yang aku kenal dan ketahui saat masih di sana, yang masih aku ingat sampai hari ini; salah satunya jalan sobat.
Aku mengenal kebiasaan jalan sobat ketika aku - untuk kali pertamanya - akan melakukan perjalanan pulang dengan berjalan kaki. Suatu kali, beberapa teman yang rumahnya searah memutuskan pulang bersama. Tidak ada orang dewasa diantara kami. Jumlah kami, bisa dari 10 -- 13 orang. Kadang jumlahnya bisa lebih banyak, bisa lebih sedikit. Aktivitas ini, selalu dilakukan secara berkelompok. Nah, jalan sobat adalah aktifitas jalan  bersama secara beriringan dengan mengikuti langkah-langkah orang yang di depan kita, jalan satu per satu.
Kami akan berjalan beriringan, mengikuti langkah teman yang berjalan di depan kami. Kecepatan langkah kami harus selalu menyesuaikan dengan kecepatan langkah teman yang berada di depan kami. Sehingga, kami tidak perlu menginjak bagian belakang sepatu mereka. Jika hal itu terjadi, akan terjadi benturan beruntun sampai ke orang yang paling belakang. Benturan tersebut bisa mengakibatkan kami jatuh, seperti efek domino. Dan kami sangat tidak menginginkan hal itu terjadi!
Kami akan berjalan beriringan  di pinggir jalan; bagian yang tidak mendapatkan aspal jalan. Bagian tersebut biasanya lebih banyak bebatuan kecil dan berdebu. Tidak ada satupun berminat mendahului teman di depannya. Ketika kendaraan-kendaran banyak yang melintas, kami akan melambat bahkan berhenti sejenak. Kami akan mendekatkan diri, memperpendek jarak ke teman yang ada di depan kami. Kadang, kami meletakkan tangan kami di bahu teman yang berada di depan kami, jika kami cukup memiliki jarak untuk meletakkan tangan kami di bahu orang yang berada di depan kami. Sesekali kami berhenti untuk memastikan orang yang berjalan paling belakang tidak ketinggalan terlalu jauh. Sesekali, kami akan menyanyikan beberapa lagu Nasional.
Jika salah satu teman sudah tiba di dekat rumahnya, kami akan berhenti bersama, dan melambaikan tangan berpisah dengan teman yang tiba lebih dulu. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan. Setiap kali seorang teman keluar dari barisan karena telah tiba di dekat rumahnya, teman yang berjalan paling depan akan menghitung dan memastikan jumlah kami. Begitu seterusnya.
Jika teman yang berjalan paling depan lebih dulu tiba di dekat rumahnya sedangkan teman-teman yang lain yang masih belum sampai di rumah mereka masih ada, maka orang yang akan berjalan paling depan tersebut akan diganti. Entah lewat kesepakatan, maupun jumlah mayoritas yang memilih.
Tidak semua orang akan menjadi orang terdepan dari rombongan jalan sobat ini. Biasanya orangnya ditunjuk secara sepakat oleh beberapa orang. Penunjukan terjadi jika mereka sudah beberapa kali menjadi teman seperjalanan. Jadi, kemampuannya sudah dilihat dan disaksikan. Orang yang akan berjalan di depan, menerima kesepakatan itu dengan baik. Acapkali, orang yang paling depan menunjukkan percaya diri untuk berjalan lebih dulu.
Orang yang berjalan paling depan akan memimpin rombongan ini. Jika dia membelok sedikit ke kanan, orang yang di belakangnya akan membelok sedikit ke kanan, juga orang-orang lain yang berjalan di belakang mereka. Jika orang paling depan membelok sedikit ke kiri, orang yang di belakangnya akan melakukan hal yang sama. Jika orang paling depan melompat untuk menghindari lobang di jalan, orang-orang yang di belakangnya akan bergantian melompat untuk menghindari lobang tersebut.
Menjadi orang yang berjalan di depan sepertinya mudah. Tapi, tidak semua orang bersedia melakukannya. Di lain pihak, tidak semua orang dipilih menjadi pandu rombongan ini. Serombongan teman. Serombongan teman, berjalan sobat.
Sampai sekarang, dan berada jauh dari Manokwari, aktifitas jalan sobat terus memberikanku kenangan manis tentang berjalan kaki bersama teman sekolah.
Teladan: menjadi teladan dan diteladani
Ing ngarso sung tulodo; menjadi teladan dan berjalan di muka, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Atribut teladan ini tidak pernah diberikan pada diri sendiri, sekalipun setelah diberikan pada seseorang, hal tersebut akan terus melekat pada penerimanya.
Menjadi teladan dan diteladani adalah upaya dan usaha seumur hidup dengan kesadaran diri dan hati yang mumpuni.
Orang yang berjalan paling depan pada jalan sobat adalah contoh sangat sederhana ketika kami memilih siapa yang akan memimpin perjalanan pulang kami. Kami mempercayakan langkah kami pada langkah-langkahnya. Kami mempercayakan arah kami pada pilihan ke kiri dan ke kanannya. Kami mempercayainya bahwa kami akan pulang dengan aman, selamat dan menyenangkan.
Orang yang berjalan di depan, secara harafiah bisa digambarkan sebagai pribadi-pribadi yang berada di depan orang-orang lain, baik di kelas maupun di kehidupan orang lain.
Hari ini
Ketika banyak orang beramai-ramai merayakan hari ini dengan mengirimkan ucapan dan ungkapan pada timeline media sosial masing-masing, sudah sejauh mana ungkapan tersebut menetap di hari ini?
Setiap kali mengingat jalan sobat, aku mengingat betapa menyenangkannya berjalan bersama dan dipimpin oleh teman yang kami pilih sendiri. Belajar memilih dan merdeka atasnya. Â
Seberapa besar kita mempercayai orang yang akan memandu jalan sobat kita, hari ini?
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Aku bersyukur dan bersukacita untuk keputusan para pendidik menjadi bagian dari para pendidik di republik ini, yang akan mewariskan kecintaan terhadap belajar dan kecintaan terhadao didikan; kecintaan tersebut pada para calon pendidik.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Salut dan hormat untuk individu-individu yang memberi diri untuk digugu dan ditiru.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Kapan kita jalan sobat lagi? :)
***
catatan hari ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H