Kursi-kursi dan meja di ruangan itu sudah dikeluarkan.
Dan, diletakkan di teras samping rumah.
Tuanku, berbaring tak bergerak.
Orang-orang di sekitarnya menatap tuanku, dengan wajah penuh duka.
"Ada apa gerangan?"
Orang-orang berdatangan. Semakin lama, semakin ramai orang di ruang tamu.
"Ada apa dengan, tuanku?"
Aku menatap dari tempatku berdiri, tuanku yang terbujur kaku.
Tuanku tidak bangun. Aku masih hendak menyapanya, pagi ini.
Dan, menunggunya di sini.
Rumah terdengar sepi.
Rumah terasa sepi.
Beberapa jam kemudian...
Aku mendengar langkah-langkah kaki tergesa dari arah gerbang rumah.
Dalam gopoh-gopoh itu, terdengar sedu sedan dan isakan tangis.
Dari rumah terdengar ratapan. Makin lama, makin kuat.
Isak tangis dan ratapan, bergantian, berbalas-balasan.
Tuanku tidak bangun. Aku masih hendak menyapanya, siang ini.
Dan, menunggunya di sini.
Rumah terdengar sepi.
Rumah terasa sepi. Tuanku pergi, tiba-tiba.
Kesedihan itu merayap ke tempatku berada.
Tuankukah penyebab isak tangis, sedu sedan dan ratapan itu?
Tuankukah?
"Apa yang kau lakukan, tuanku?"
Langit malam, menggelap,
Mengalirkan udara dingin diiringi gerimis tipis.
Menyanyikan lagu sedih yang tak selesai.
Makin malam, makin dingin. Dingin yang diacuhkan tuanku, kini.
Tuanku, terbujur kaku; orang-orang mengelilinginya, menangis.
Tuanku, terbujur kaku; orang-orang mengelilinginya, berduka.
Seorang perempuan muda mendekatiku.
Menanyakan apakah aku sudah makan.
Aku hendak menjawabnya. Namun, suaraku tak keluar. Aku menatapnya sedih.