Setahun kemarin, kami tahu akan memperingati Paskah yang tak biasa.
Tidak berkumpul, tidak bisa saling bergenggaman tangan.
Setahun kemarin, kami tahu akan memperingati Paskah yang tak biasa.
Jumat Agung yang dirayakan dalam diam mendalam.
Sunyi nan takzim.
Sabtu tenang berjalan teduh sebelum Sabat.
Setahun yang lalu,
kala paskah dimulai ketika hari masih gelap,
awan gelap kekelaman mulai bergantung rendah. Bergantung rendah bukan hanya di langit negeri ini.
Juga di langit-langit lain di Bumi.
Ketika paskah tahun ini datang,
Awan gelap kekelaman yang sama masih menggantung. (Sudah) Lama. Â
Paskah kali ini, kami lebih siap dari setahun kemaren,
Kali ini, masih tidak bisa bergenggaman tangan,
kendati bisa saling bertemu. Â
Sekalipun banyak hal kami belajar (telah) berdampingan,
dengan keadaan yang memang tak biasa ini,
yang masih mengintimidasi Bumi dengan tekak,
melampaui waktu yang pernah terbayangkan akan dijalani.
Meniti hari berteman bayang gelap kematian.
Entah karib, entah kerabat, entah sahabat.
Tangan siapakah akan menggenggam dan menghibur?
Â
Ketika kematian mengintai tanpa batas, tanpa belas kasihan,
Jeri menggerogoti dan menggerus semua harap dan sejahtera.
Tangan siapakah akan menggenggam dan menghibur?
Â
(Hanya) Satu-satunya hal yang menjadi sauh bagi jiwa…
Pemilik Kehidupan datang demi menghadapi kematian dan menaklukkannya.
Sehingga setiap yang hidup dan menghadapi kematian tahu..
..ada Pribadi yang telah berjalan menuju kekelaman dan menempuh kematian tanpa berpaling.
Cinta kasih kekal..
..(bukan) hanya untuk paskah kali ini.
April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H