Karena kedatanganku sudah terlambat 1 hari dari yang kurencanakan sebelumnya, maka ketika berada di Toraja, rencana awalku hanya akan mengunjungi Buntu Burake di Makale.Â
Sesudah itu, aku merencanakan akan menikmati suasana malam di sekitar penginapan kami, yang ternyata tidak begitu jauh dari pertokoan sibuk, pusat penganan tradisional dan oleh-oleh murah meriah yang banyak pilihan.Â
Tidak ada rencana sedikitpun akan mengunjungi Londa. Namun, supir kendaraan yang kami sewa terus mengatakan "Tanpa ke Londa, sama saja tidak mengunjungi Toraja", "Semua tentang Toraja terangkum di Londa". Hingga, kalimat yang terujar, "Ongkosnya tidak usah ditambahkan banyak, ibu. Tambahkan seratus ribu saja." Aku berpandang-pandangan dengan temanku. Sepakat. Kamipun ke Londa..
Londa berada di wilayah perbukitan. Menuju ke Londa dari jalan besar, kita akan melalui jalanan menanjak dan berkelok. Sekalipun kelokannya tidak sebanyak perjalanan dari Palopo ke Rantepao, namun kelokan tersebut menimbulkan rasa mencekam karena derajat ketinggian jalan menuju Londa berkisar 20 sampai 40 derajat.
Di atas gerbang, terdapat dua buah rumah Tongkonan mini. Di bagian atas kiri dan kanan gerbang, terdapat bagian atap dari rumah Tongkonan. Areal parkir, tidak jauh dari gerbang, baik parkir motor maupun mobil.
Sekitar 20 meter dari pintu gerbang, di sebelah kanan, akan ada anak tangga yang menuju Londa, kuburan alam yang terbentuk dari batuan kapur. Sebelum anak tangga menuju Londa tersebut, masih di sebelah kanan, akan terlihat anak tangga menuju bangunan gereja.
Ternyata, ada bagian yang tidak dibangun apa pun, yang menyisakan ruang sepanjang 3 meter, yang sejajar dengan bangunan tersebut. Dari tempat tersebut kami bisa menyaksikan lapangan sangat luas dengan latar belakang bangunan-bangunan beratap dan perbukitan nun di kejauhan.
Bangunan beratap tersebut adalah rumah duka. Jenazah akan disemayamkan di salah satu bangunan tersebut. Keluarga inti akan menempati bangunan yang paling besar, sedangkan kerabat dan tamu akan menempati bangunan lain.Â
Pak Olan tampak santai berada diantara mereka sambil menanyakan keluarga siapa yang baru selesai mengadakan acara di tempat tersebut. Ketika mereka berbincang, kami sempat mendengar beberapa informasi dan berkesempatan juga menanyakan beberapa hal.Â
Menurut mereka, kedatangan kami terlambat 2 hari. Jika saja datang dua hari sebelumnya, kami akan menyaksikan upacara adat penguburan salah satu keluarga terpandang setempat.
Kerbau bule ini harganya sangat mahal. Bisa sampai ratusan juta rupiah. Salah seorang bapak menyarankan kami untuk tetap di Toraja sampai seminggu mendatang karena tedong bonga tersebut disiapkan untuk acara adat penguburan seseorang yang meninggal beberapa hari sebelumnya.