Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Hutan Pinus di Negeri Berselimut Awan

28 November 2018   04:40 Diperbarui: 28 November 2018   04:50 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang sudah pernah mengunjungi Tana Toraja akan mengakui bahwa selain udara yang dingin, panorama hijau yang menyegarkan mata dan barisan rumah Tongkonan yang bisa disaksikan dari dalam kendaraan sepanjang perjalanan menuju Tana Toraja yang dimulai ketika memasuki tepi Rantepao, maka keindahan alamnya karena kontur tanahnya yang berbukit-bukit adalah yang memikat hati para wisatawan.

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Tana Toraja adalah 2,5 -- 3 jam menggunakan mobil, jika perjalanan dimulai dari kota Palopo. Sepuluh menit meninggalkan Palopo, jalanan perlahan menanjak naik dan berbelok-belok. 

Setelah 20 menit, akan mulai menyaksikan lembah-lembah hijau. Lembah hijau yang memanjang dengan kontur tanah berbukit-bukit hingga di kejauhan kami sesaat menyaksikan laut, yang kemudian diikuti pemandangan lembah hijau lainnya. Namun, dalam perjalanan menuju Toraja, kebanyakan lembah terlihat di sisi kanan kendaraan.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Semakin menanjak jalan yang kami lalui, udara terasa semakin dingin. Cardigan abu-abu yang kukenakan dan syal jingga kehijauan di leher tidak sanggup mengurangi rasa dingin yang datang menyergap. Posisi kami semakin tinggi dari permukaan air laut.

Dari bukit-bukit di sisi kiri, aku melihat di beberapa tempat ada sumber air kecil yang memancar keluar dengan deras. Tampak seperti air terjun berukuran mini. Karena udara semakin dingin, keinginan kami hendak ke toilet pun semakin besar. Ada beberapa toilet sederhana berada di pinggir jalan sepanjang Palopo-Rantepao. 

Dalam perjalanan kembali dari Toraja menuju Palopo, kami ada kesempatan berhenti dan beristirahat sesaat, aku menuju toilet kecil darurat yang ada. Toilet tersebut darurat karena empat dindingnya hanya menggunakan kain terpal sederhana dan tanpa atap. Toilet tersebut berhadapan langsung dengan jurang. Jurang yang tak nampak dasarnya. Dan airnya sangat dingin. Seolah-olah telah direndam es yang sangat banyak sepanjang malam. Dingin yang sangat menusuk hingga ke tulang.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Di bukit-bukit tersebut banyak tumbuh pohon-pohon tinggi. Yang pada ketinggian tertentu, pada bagian dedaunan pohon-pohon tersebut diselimuti kabut. Semakin lama, kabut yang menyelimuti dedaunan tersebut makin tebal bahkan menutupi daun-daun tersebut. Sehingga yang tampak adalah pohon dengan daun berwarna putih serupa kapas.

Dokpri
Dokpri
Setelah beberapa waktu, mobil bergerak menurun. Udara tetap terasa dingin dan mulai tercium aroma segar. Lalu tampaklah pohon-pohon tinggi yang tumbuh dari dasar jurang. Pohon-pohon tersebut tinggi menjulang mengatasi jurang dan tampak dengan angkuh berdiri. Pohon-pohon pinus. Hutan pinus. Indah bukan buatan. Indah yang menerbitkan senyum dan hangat di hati.  Sesaat aku sempat melihat adalah plang yang bertuliskan hutan lindung.

Dokpri
Dokpri
Rumah Tongkonan di latar belakang. Dokpri
Rumah Tongkonan di latar belakang. Dokpri
Cepatnya laju mobil, nyaris tidak menyisakan pemandangan yang bisa dibekukan dalam bentuk potret.

Semoga punya kesempatan lagi menikmati hutan pinus di negeri berselimutkan awan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun