Pilpres AS 2016 disebut sebagai pemilu paling memalukan dalam sejarah AS. Serangkaian penyelidikan dan penyidikan mengungkap salah satu pemicu kekacauan itu berada di St Petersburg, kota di Rusia. Di kota tua itu, beroperasi Internet Research Agency. Juga dikenal sebagai Glavset.
Lembaga itu sama sekali bukan meneliti internet. Penyelidikan oleh berbagai pihak, pemerintah dan swasta dari berbagai negara, mengungkap lembaga itu sebagai produsen aneka akun media sosial yang gencar menyebar disinformasi di AS.
Sebelum lebih jauh, disinformasi adalah informasi salah yang sengaja disebarkan. Dengan kata lain, penyebarnya sengaja menyebar informasi salah atau yang sudah dipermak sehingga maknanya berbeda dengan informasi asal. Sementara misinformasi adalah informasi salah yang disebarkan oleh orang yang tidak tahu kalau informasi itu salah.
Akun-akun buatan Glavset jadi rujukan banyak orang di AS. Glavset menyebar informasi yang seolah-olah benar, padahal sudah diputarbalikan dan dibumbui sehingga sudah sama sekali tidak benar.
Di daerah-daerah tengah, seperti Dakota, Oklahoma, Kansas, Nebraska, mereka mengobarkan sentimen anti muslim dan anti asing. Mereka menyebarkan bahaya Islamisasi yang mengancam AS. Karena itu, warga AS didorong memilih calon yang tidak ramah terhadap orang asing dan agama minoritas (terdengar mirip dengan narasi di negara lain bukan?).
Mereka secara spesifik mendata profil pengguna media sosial. Data itu diolah untuk diketahui apa kecenderungannya (berdasarkan apa saja yang kerap diklik, disukai, siapa teman di medsos). Hasil olahan itu dipakai untuk menyusun disinformasi yang akan membanjiri akun media sosial seseorang.
Jejak Glavset terlacak di banyak negara. Glavset pun bukan satu-satunya pabrik disinformasi. Di Indonesia, berulang kali ditemukan disinformasi.
Pada kasus Indonesia, sebagian disinformasi dilakukan karena uang. Situs-situs dibuat untuk mengejar klik sebanyak mungkin dengan cara membuat disinformasi yang diberi judul sensasional.
Sebagian lagi karena alasan, termasuk mencari suara selama pemilu. Pengalaman sejak 2012 menunjukkan, disinformasi teramat marak selama pemilu.
Bagaimana cara agar terhindar dari disinformasi dan misinformasi?
Paling pokok adalah memeriksa sumbernya. Jika dari sumber yang tidak jelas kredibilitasnya, atau bahkan sumber yang bolak-balik terbukti berbohong, sebaiknya tinggalkan.