Mohon tunggu...
nety tarigan
nety tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Perempuan AntiKorupsi

Bekerja dengan masyarakat khususnya anak dan perempuan untuk mendorong mendapatkan keadilan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jual Beli Suara dalam Itjimak Ulama

17 September 2018   20:40 Diperbarui: 17 September 2018   20:45 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi kubu Prabowo-Sandi, Ijtimak 2 menjadi momen yang penting untuk memastikan penambahan jumlah voters mareka, karena kemungkinan voters mereka sedikit sehingga ijtimak dapat diartikan seperti membeli voters dari seruan ulama untuk menambah kekuatan.

Fakta ini menjadi menarik untuk dicermati karena  Habib Rizieq menempatkan dirinya lebih banyak memiliki konstituen atau voters dibandingkan Prabowo-Sandi, sehingga seruan beliau lebih didengar oleh masyarakat dibandingkan Prabowo. Pertanyaannya mengapa tidak Habib Rizieq saja yang mencalonkan diri sebagai Calon Presiden dibandingkan Prabowo? Karena faktanya untuk menjadi Presiden dibutuhkan voters.

Akan tetapi bagi Habib Rizieq mungkin menjadi Presiden tidak menggiurkan dibandingkan menjual power kepada partai politik. Jual beli power sisi agama ke ranah politik akan membuat posisi Ulama menjadi lebih berkuasa dibandingkan Pimpinan yang akan terpilih. Suara mereka lebih didengar oleh masyarakat karena dianggap suara Tuhan. 

Jika kita belajar pada jaman jual beli surat penghapusan dosa Roma Khatolik yang akhirnya ditentang oleh Martin Luther sehingga terjadi protest dan terbentuk agama Kristen Protestan; situasi tersebut dapat sedikit memberikan kita gambaran bagaimana agama mulai diperjual belikan menjadi komoditas kapitalis, mungkin kata "jual beli" dan "komoditas" dapat menjadi kunci untuk melihat situasi politik dan agama saat ini di Indonesia. 

Komoditas Putusan Ijtimak dapat dianggap "abuse of power" ketika putusan tersebut berpihak kepada salah satu calon dan tidak memberi ruang bagi umat untuk menggunakan hak pilihnya berdasarkan hati nurani. Akan tetapi bagi beberapa orang hal tersebut tidak menjadi perhatian, bahwa suara mereka telah terjual melalui seruan tersebut. 

Apapun hasil yang telah dirumuskan oleh Ulama ada baiknya sebagai warga Indonesia yang baik kita tetap menjadi kesatuan bangsa.

Dengan menggunakan hati nurani untuk memilih Pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, adil dan bekerja keras untuk Indonesia yang lebih baik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun