Akan tetapi kebijakan pembatasan waktu berdampak terharap pengusaha kopi dengan turunnya opset dari penjualan kopi karena berkurangnya customer khususnya customer perempuan untuk membeli kopi. Selain itu pada pasal ini, terbaca bahwa ada kebijakan sisipan untuk melarang perempuan keluar malam.Â
Selain itu ngopi bareng merupakan hiburan bagi masyarakat Aceh pada umumnya dan Bireuen pada khususnya. Tidak hanya mereka, bagi penlancongpun ngopi-ngopi juga merupakan hiburan mengingat terbatasnya ruang publik hiburan di aceh.Â
Jika perempuan tidak bisa duduk semeja dengan lawan jenisnya, maka hal tersebut dapat berdampak terhadap interaksi sosial perempuan dan laki-laki dimana interaksi lawan jenis sangat dibutuhkan.Â
Selain itu kebijakan yang mengijinkan perempuan duduk dengan muhrimnya, terasa tidak tepat karena biasanya para orang tua khususnya ibu jarang sekali ke warung kopi/cafe karena lebih memiliki menjaga anak ketika malam. Jika dilihat potensi customer maka customer yang paling potensial bagi pengusaha warung kopi atau cafe kopi adalah anak muda baik dia perempuan dan laki-laki. Lalu bagaimana bisa mendongrak opset jika pembatasan gerak sudah dijadikan aturan.
Sulit memang ketika semua daerah dengan mengalakan kebijakan untuk mendorong perekonomian masyarakat dengan kekuatan masyarakat itu sendiri, akan tetapi bireuen menjadi daerah yang malah berbalik arah dari kebijakan daerah daerah lain di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H