Tinggal beberapa hari lagi kita akan menghadapi acara besar yaitu Pemilihan Umum Kepala Daerah dan juga Perayaan International Anti Korupsi yang akan jatuh pada tanggal 9 Desember 2015. Hari besar dimana kedua hari ini sangat saling berkait.Â
Tanggal 9 Desember 2015 merupakan pemilihan umum serentak di berbagai daerah dimana pilkada ini adalah pilkada pertama bagi negara kita tahap pertama dari rangkaian Pilkada serentak yang akan dilakukan hingga tahun 2023, sebelum dapat diselenggarakan Pilkada serentak secara nasional (dilakukan pada satu waktu untuk seluruh daerah) pada tahun 2027. Sebelum mengenal pemilihan kepada daerah secara langsung, yang untuk pertama sekali dilaksanakan pada bulan Juni 2005 (sesuai amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah).
Harapan setiap masyarakat pastinya dengan adanya pilkada serentak ini akan dapat memilih pimpinan rakyat yang dapat membangun daerah asal mereka dan dapat membangun secara bersamaan sehingga kesenjangan tiap daerah dapat teratasi di kemudian hari. Harapan harus bisa diwujudkan dengan cara kita sebagai masyarakat harus benar-benar memilih pimpinan rakyat yang bersih.Â
Untuk mewujudkan hal tersebut, haruslah adanya pemahaman yang benar dari kita sebagai masyarakat terkait bagaimana pencegahan memutuskan rantai korupsi dalam pilkada ini. Yang pertama adalah perlu kita sadari apa artinya korupsi. Saat ini banyak orang hanya menyadari korupsi hanya sebatas menyogok, mencuri atau memberikan uang pelicin yang dalam arti luas semua itu dapat membuat negara menjadi rugi. Akan tetapi ada hal lain yang sebenarnya bagian dari kegiatan yang sebenarnya masuk dalam kriteria Korupsi dimana orang tidak terlalu menyadari akan tetapi hal tersebut terjadi di kehidupan kita, bahkan dapat dikatakan dekat dengan kita.
Korupsi yang kerap terjadi saat pilkada tetapi terlihat sangat tipis sehingga tidak dipahami hal tersebut dapat dikategorikan termasuk tindakan korupsi adalah "favoritism, Nepotism dan Clientelism, Conduct Creating or Exploiting Conflicting Interest, dan Improper Political Contributions"
Ketiga bentuk tindakan tersebut dapat dikategorikan korupsi karena Umumnya, favoritisme, nepotisme dan klientelisme melibatkan penyalahgunaan kebijaksanaan. Pelanggaran tersebut, bagaimanapun, tidak diatur oleh kepentingan dari seorang pejabat tapi kepentingan seseorang terkait dengan dia atau melalui dirinya keanggotaan keluarga, partai politik, suku, kelompok agama atau lainnya. Sedangkan menggunakan kepentingan untuk mendapat kemudahan terkait juga dengan nepotisme atau favoritisme atau klientelisme.
Hal-hal ini perlu sangat diwaspadai karena jelas KPUD, Bawaslu dan semua stakeholder terkait dapat menjadi target atau korban dari tindakan korupsi diatas. Dengan adanya pengetahuan yang cukup dan partisipasi kita bersama di dalam pengawasan, pastilah harapan kita untuk membangun daerah untuk kepentingan negara dapat terwujud karena pimpinan yang akan memimpin daerah kita adalah pimpinan yang jujur, bersih dan berintegritas.
Mari kita bersama putuskan rantai korupsi pada Pemilihan Umum Daerah tanggal 9 Desember 2015 dengan memilih pimpinan yang bersih dan jujur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H