Mohon tunggu...
Netty Prasetiyani
Netty Prasetiyani Mohon Tunggu... Politisi - Politisi

Anggota Komisi IX DPR RI Periode 2019-2024

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Langkah Strategis Menuju New Normal Sebenarnya

17 Juni 2020   12:18 Diperbarui: 18 Juni 2020   04:46 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana yang diuraikan oleh Dr. Lipstich dari University of Minnesota dalam penelitiannya bahwa ada tiga skenario potensial untuk wabah pandemi Covid-19, yaitu; Skenario pertama, gelombang kasus Covid-19 saat ini diikuti oleh serangkaian gelombang susulan yang lebih kecil, atau puncak dan lembah, yang terjadi secara konsisten selama periode satu hingga dua tahun, tetapi secara bertahap akan berkurang sekitar tahun 2021.

Skenario kedua, gelombang awal Covid-19 pada 2020 diikuti oleh gelombang kasus yang jauh lebih besar (fall peak), seperti yang terjadi pada pandemi u tahun 1918--1919. Selanjutnya, satu atau lebih gelombang yang lebih kecil dapat terjadi pada 2021. Skenario ketiga, gelombang awal Covid-19 diikuti oleh pola gelombang yang tidak terlalu jelas (slow burn). Selama  gelombang kasus baru, perlu secara berkala melakukan langkah dinamis dalam mengetatkan dan mengendurkan langkah-langkah mitigasi, seperti jarak sosial dan terus menguatkan sistem pelayanan kesehatan

Kita harus bersiap untuk setidaknya 18 hingga 24 bulan menghadapi Covid-19 dengan signikan. Indonesia perlu mempersiapkan pengelolaan penanganan COVID-19 secara marathon jangka panjang. Ini jauh lebih penting daripada tergesa-gesa membuai masyarakat dengan istilah New Normal yang malah kerap banyak dipahami sebagai Back to Normal.

Pertama, yang harus kita lakukan adalah segera merancang pembuatan vaksin lokal dan revitalisasi industri farmasi nasional. Selain pengondisian masyarakat dalam mengantisipasi kemampuan penyebaran COVID-19 secara cepat, hal fundamental lainnya yang harus dilakukan adalah persiapan vaksinasi virus korona secara masal, sebagaimana yang sedang diupayakan antara Eijkman Institute dan PT Bio Farma secara local. Dalam upaya mempercepat hadinrya vaksin, kita sangat mengharapkan Pemerintah berperan aktif untuk mengakselerasi uji klinis, perlindungan paten untuk menjaga appropriasi asing, dan menjaga keterjangkauan harga bagi masyarakat, serta izin edar dari BPOM.

Dalam hal regulasi, kita juga harus terus mencermati perkembangan rencana penghapusan Pasal 20 UU Paten dalam dalam RUU Cipta Kerja dan rencana perubahan UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten ("UU Paten"). Dimana terdapat pembelahan sikap dalam menjaga agar Pasal 20 tidak dihapuskan untuk mendukung industri farmasi nasional. Sebab, kekuatan lobi pro investasi tentu akan berusaha menghapus pasal tersebut, terutama sekali perihal Pasal 110 RUU Cipta Kerja yang menghapus Pasal 20 UU Paten.

Kewajiban pemegang paten untuk membuat produk/menggunakan proses paten secara lokal di Indonesia, diusulkan diubah menjadi kewajiban pemegang paten untuk "melaksanakan paten di Indonesia". Mengacu ke Pasal 19 dan Pasal 76 UU Paten, melaksanakan paten bisa dilakukan dengan membuat maupun mengimpor produk oleh pemegang paten ataupun pemegang paten dapat memberikan lisensi kepada pihak lain untuk melaksanakan paten.

Kolaborasi pengembangan vaksin dengan strain lokal serta upaya revitalisasi industri farmasi nasional harus didukung dan dikawal agar, rencana, kemajuan, dan produk yang ingin dibuat menjadi akseleratif. Kita berharap, vaksin ini akan diprioritaskan menjadi pengembangan lokal dalam rangka menciptakan kemandirian industri farmasi nasional.

Kedua, kita harus melakukan diplomasi yang mendorong kerjasama internasional. Dalam konteks diplomasi, kita menyadari bahwa Pandemi COVID-19 menciptakan de-globalisasi yang mendorong setiap negara, termasuk Indonesia mengambil langkah untuk melindungi kepentingan nasional guna mengamankan akses pada obat, makanan, vaksin dan alat kesehatan.

Akan tetapi, atas kepentingan nasional itulah Indonesia perlu berperan aktif untuk betapa menyadarkan pentingnya bergandengan dalam menghadapi COVID-19. Termasuk ketika berbicara mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) agar tidak sampai menghambat akses negara-negara sedunia pada obat, vaksin dan alat kesehatan tersebut dalam wujud kesetaraan harga.

Indonesia juga musti memperhitungkan strategi negosiasi agar mencapai konsensus di antara anggota WTO. Indonesia perlu menyiapkan posisi middle ground solution sebagai landing zone untuk terus dikembangkan karena ke depan Virus Corona ditengarai akan terus bermutasi dan melahirkan pandemic baru.

Pada prinsipnya, upaya penanganan Covid-19 tidak dapat hanya mengandalkan upaya domestik, tetapi juga sangat ditentukan oleh keberhasilan diplomasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun